2,366 Views
“Banggalah
menjadi penulis, Bukankah Allah SWT juga penulis?”

Quote
diatas menjadi salah satu penyemangatku untuk terus menulis. Cita-cita menjadi
penulis sebenarnya sudah ada sejak aku masih SD kelas satu. Saat itu untuk
pertama kalinya aku berhasil menyelesaikan sebuah cerita pendek anak-anak.
Judulnya lupa-lupa ingat. Kalau tak salah aku menulis kisah seorang putri dan
pangeran.

Sebagaimana
anak-anak perempuan, aku gemar sekali berkhayal menjadi seorang putri yang
tinggal di negeri impian lalu akhirnya menikah dengan seorang pangeran. Ketika berhasil
membuat cerpen itu, aku berbangga dengan ayah. Kukatakan bahwa aku juga pandai
bercerita. Ayah hanya tersenyum-senyum kecil ketika aku memamerkan cerita
pendek itu. Beliau terus menyemangatiku agar tak lelah menulis.
Buah
tak jatuh dari pohonnya. Mungkin itulah gambaran yang tepat untuk menggambarkan
kegemaranku menulis. Ayahku wartawan koran sekaligus penulis biografi yang
banyak menghabiskan waktu dengan kegiatan menulis dan membaca. Sejak bayi aku
sudah terbiasa melihat ayah mengetik tulisan di depan komputernya. Mungkin itu
yang mendorongku untuk menjadi seorang penulis.
Menyadari
kalau aku memiliki passion menulis, ayah mulai mengarahkanku untuk ikut
lomba-lomba menulis anak-anak. Mulanya aku ragu, tapi aku penasaran. Satu dua,
kuikuti lomba. Tak ada yang berhasil aku menangi. Aku mulai down dan patah
semangat. Lalu, aku berbicara pada ayah kalau aku tak mau lagi ikut lomba.
Mungkin aku hanya suka menulis, tapi tak punya bakat menjadi seorang penulis
seperti ayah.
Jujur
kukatakan. aku mengidolakan ayah. Ayah penulis terhebat di dunia.
Berita-beritanya menghiasi media cetak ternama di kotaku. Beliau beberapa kali
memenangi lomba kepenulisan berskala nasional. Bahkan salah satu diantaranya
membawa beliau berkesempatan mengunjungi Swiss. Hal yang pasti memalukan
buatnya kalau aku sebagai anaknya tidak bisa melebihi dirinya. Itulah hal yang
kupikirkan dulu.
Walaupun
aku merasa putus asa karena tak pernah menang lomba menulis, tetap saja di
antara teman-teman sekelasku aku jagoan dalam hal menulis. Disaat mereka
kesulitan membuat pantun atau gurindam, aku menyelesaikan belasan buah pantun
milikku sendiri dengan cepat. Aku sangat menyukai pelajaran bahasa dimana aku bisa
mempraktekkan kemahiranku menulis. Baik bahasa Indonesia, Inggris ataupun Arab.
Bahkan aku bercita-cita keliling dunia. Menjadi seorang traveller muslim
wanita, lalu membuat buku tentang pengalamanku itu.
           
Aku
ingat sebuah kejadian saat aku masih duduk di kelas 4 SD. Saat itu guruku
mengumumkan kalau cerita pendekku yang terbaik di kelas. Beliau membacakan
cerita pendekku tentang Malin Kundang keras-keras di depan kelas. Cerita pendek
yang kutulis sebanyak dua halaman A4 full. Tidak ada seorangpun teman-temanku
yang menulis sebanyak itu. Beberapa tahun kemudian, aku menemukan lagi cerpenku
waktu itu. Setelah dibaca ulang, ceritanya kok malah bikin ngakak. Tulisanku
terlihat payah dengan tata bahasa yang amburadul. Sungguh mengecewakan! 😀
Meskipun
tak pernah ikut lomba, aku masih tetap menulis. Kalau ada waktu senggang, aku
akan memanfaatkannya untuk menulis cerpen. Saat lagi suntuk di kelas, aku akan
menulis puisi. Setiap hari, aku menulis buku harian. Waktu-waktuku lebih banyak
dihabiskan dengan kegiatan menulis. Komputer ayahku sampai penuh dengan
cerpen-cerpen dan puisiku. Idenya sebagian besar dari masa remaja yang kulalui.
Baik pengalaman pribadi atau teman-temanku.
Menginjak
kelas dua SMP, aku memutuskan untuk serius menulis novel. Aku terinspirasi membuatnya
setelah membaca buku cara cepat menulis novel. Novelku saat kelas lima SD dulu
yang baru kutulis sebagian raib entah kemana. Jadi, aku ingin menulis yang
baru. Namun baru beberapa bulan menulis novel, aku merasa bosan. Cerita yang
kutulis mulai tak sinkron dengan komitmen awal. Maunya bergaya romansa remaja,
malah berubah jadi kisah thriller. Kacau deh, pikirku. Aku pun menyudahi pembuatan
novelku waktu itu.
Beranjak
SMU, aku kembali semangat mengikuti lomba kepenulisan. Lagi-lagi, aku tak
berhasil memenangi lomba satupun. Mentalku kembali turun. Aku marah, kecewa dan
bersedih. Bahkan saat seorang sepupuku memenangi lomba menulis, aku merasa iri.
Seharusnya aku yang menjadi pemenang. Ayahku seorang penulis, aku lebih berhak
mewarisi darah penulisnya. Bukan sepupuku itu!

Saat
itu aku kembali merasa kalau aku memang tak ditakdirkan untuk menjadi seorang
penulis. Meskipun demikian, aku tetap menulis. Apa saja. Tiada hari bagiku
tanpa menulis. Semua tulisanku untuk konsumsi dan kesenangan pribadi. Aku
bertekad suatu hari nanti aku akan menekuni dunia literasi. Entah kapan.
Kesempatan
itu pun datang saat aku tamat SMU. Kuliah di UT membuatku banyak menghabiskan
waktu berselancar di dunia maya. Darisana aku mengetahui banyak info tentang
lomba-lomba kepenulisan. Aku bertekad untuk mengembangkan bakat menulisku di
sana. Tidak lagi hanya main-main seperti dulu. Aku benar-benar ingin menjadi
seorang penulis yang menginspirasi orang lain.
Kini
setelah kurang lebih tiga setengah tahun menjajal lomba-lomba menulis online,
aku belajar banyak. Bahwa untuk menjadi seorang penulis dibutuhkan tekad yang
kuat. Tak hanya mengandalkan bakat menulis saja. Makanya setiap hari aku
berlatih menulis, terus berlatih.
Untuk
menghasilkan tulisan yang bagus, kita juga harus banyak membaca. Dulu aku
berpikir bahwa kita cukup hanya membaca buku-buku pelajaran di sekolah. Itu ternyata
tidaklah cukup. Biar lancar menulis, kita butuh banyak kosakata perbendaharaan
kata. Cara terjitu untuk mempelajarinya ya dengan membaca.


Perasaan
putus asa juga kerap melandaku. Beberapa orang yang kutemui mengatakan bahwa
tulisanku jelek. Dari sekian lomba yang kuikuti, hanya beberapa yang “nyangkut”.
Aku beruntung masih bisa menang, kata mereka. Kuakui tulisanku tidak sempurna.
Kembali pada niat awalku menulis, aku ingin berbagi pengalaman. Mudah-mudahan
tulisanku menjadi inspirasi bagi mereka. Buatku tak peduli kalah atau menang.
Di dunia ini tugasku hanya berusaha dan ikhtiar. Biarlah Allah SWT yang
menentukan apa aku layak menang atau tidak.
Setiap
kali aku berputus asa, aku selalu ingat motivasiku di atas. Kalau sudah seperti
itu, aku akan kembali semangat. Adakalanya aku down, lalu berhenti sejenak.
Tapi aku tidak bisa terus-menerus down kalau mau berhasil menggapai
cita-citaku. Aku harus terus menulis. Baik itu hanya sekedar update status
facebook.
Harapanku
ke depan semoga aku bisa terus meramaikan dunia literasi dengan karya-karyaku.
Tulisanku memang belum sempurna, tapi aku mesti optimis. Kalau kita
sungguh-sungguh menulis, suatu saat Allah SWT akan membukakan jalan untuk kita.
Aku sudah membuktikan bahwa kerja keras tidak pernah sia-sia. Terakhir jangan
lupa berdoa karena doa merupakan salah satu jalan menuju kebaikan. ***
Baca Juga:  Rumah Limas Berhantu

Pin It on Pinterest

Share This