1,541 Views
Seorang penulis dunia maya belakangan ini menyatakan dirinya
sebagai seorang atheis. Molzania kebetulan salah satu temannya di Facebook.
Sempat baca beberapa karyanya di koran, Molzania berkesimpulan pantas kalau dia
mendeklarasikan dirinya sebagai seorang atheis. Mengapa? Karena cerpennya
kebanyakan berisi tentang hal-hal yang berbau sensitif. You knowlah…
Menyangkut hal-hal tabu yang dikonsep dalam bahasan keduniawian.
Sebagai seorang yang sama-sama berkecimpung dalam dunia
tulis-menulis, Molzania tentu sangat paham kalau sah-sah saja seseorang mau
menulis dalam genre yang bagaimana. Namun masalahnya si penulis terkadang suka
“nyeleneh”, memasukkan perspektif keagamaan menurut pemikirannya sendiri. Entah
bagaimana Molzania justru belajar banyak dari hal tersebut. Termasuk dalam hal
pendalaman karakteristik seseorang yang diukur dari wawasan agama dan
intelektualitasnya.

Tulisan ini sungguh sangat sensitif. Namun Molzania mencoba
melihatnya dari sisi Islam yang sudah Molzania pelajari. Islam sesungguhnya
agama yang mudah, namun jangan dimudah-mudahkan. Salah satu perang pemikiran
yang berkembang dewasa ini ialah penyamarataan agama.
Menurut orang-orang yang berpaham seperti ini, Tuhanlah yang
menurunkan berbagai jenis agama. Manusia bebas memilih agama sesuai kehendak
hatinya. Toh semuanya juga kembali pada Tuhan. Tinggal Tuhan yang menentukan
keberadaan manusia di alam akhirat, apakah berada di surga atau neraka. Tugas
manusia hanyalah berbuat baik kepada sesama, soal agama janganlah dipersoalkan.
Semua agama mengajarkan kebaikan. Maka dari itu setiap orang yang berbuat baik,
apapun agamanya, berhak masuk surga.
Tentunya ini pemikiran yang salah. Agama yang satu dengan
yang lainnya sungguh sangat berbeda meski sama-sama mengajarkan kebaikan. Tuhannya pun tak sama. Meskipun sama-sama
diakui sebagai Tuhan, namun secara esensi mutlak berbeda. Jika agama
diibaratkan suatu hal, sebut saja minuman, maka kita akan mengenal berbagai
macam minuman seperti es jeruk, es dawet ataupun es buah. Ketiganya sama-sama
minuman, sama-sama terlihat enak dipandang mata, namun secara esensi ketiganya
berbeda.
Sungguh tidak bisa disamakan, antara es jeruk yang berbentuk
cairan tanpa isi dengan es dawet yang ada isinya. Begitupun dari segi rasa dan
selera. Manusia punya pilihan dalam menentukan seleranya, tapi tetap saja sang
pemilik alam semesta sudah menentukan agama yang benar menurut kehendaknya.
Agama yang benar tentu saja agama Islam. Islamlah agama yang
paling sempurna di alam semesta sekaligus diakui sebagai agama yang hak oleh
Allah langsung. Islam berbeda dengan agama lain. Dalam Islam, Tuhan hanya ada satu
yaitu Allah SWT. Memiliki kerajaan bernama Arsy di langit lapis ketujuh.
Dikelilingi malaikatNya yang tunduk patuh nan setia. Pencipta dan pengatur
segala alam semesta. Dan yang paling penting, tidak beranak dan tidak
diperanakkan.
Islam sudah diperkenalkan Allah sejak pembentukan alam
semesta. Islam artinya penyerahan diri, maksudnya ialah berserah diri kepada
Allah SWT. Hanya kepada Allah SWT. Pengikutnya dinamakan muslim. Bahkan saat
Firaun hendak dicabut ajalnya saat ditenggelamkan, dia mengaku dirinya sebagai
muslim. Tentu saja pengakuannya ini tidak diterima karena nafas Firaun sudah ada
di tenggorokan (QS. Yunus: 90).
Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka
diikuti oleh Fir’aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas
(mereka); hingga bila Fir’aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia:
“Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh
Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)” (QS.
Yunus : 90)
Artinya Islam sudah ada sejak jaman dahulu kala. Allahlah
yang memperkenalkan Islam pertama kali pada Nabi Adam AS. Menyuruhnya untuk
bersujud, tunduk patuh hanya kepadaNya. Sebelum Nabi Muhammad SAW diutus, Islam
boleh saja dikenal dengan nama yang berbeda-beda. Misalnya agama Ibrahim, agama
hanif (lurus) ataupun agama tauhid (samawi). Namun kesemuanya mengandung unsur
yang satu; penyembahan hanya kepada Allah. Satu-satunya yang disembah. Tidak
boleh ada yang lain. Dari segi ajaran pun relatif sama. Allah mengenalkan
bahkan pada umat yang terdahulu perkara shalat, puasa, zakat, dan lain sebagainya.
Makanya kita sekarang mengenal puasa ala Nabi Daud yang sehari puasa sehari
tidak.
Satu-satunya hal yang membedakan hanyalah ajaran yang
diterima Nabi Muhammad SAW telah disempurnakan oleh Allah. Jika diibaratkan
minuman, isi gelas es jeruk dalam hal ini Islam jaman Nabi Muhammad SAW penuh.
Sementara isi gelas es jeruk dalam hal ini Islam jaman Nabi Ibrahim misalnya
setengah penuh. Namun ketiganya memiliki esensi yang sama; yakni Es Jeruk atau dalam hal ini penyembahan hanya kepada
Allah SWT berikut ajaranNya yang serupa.
Islam tidak dapat disamakan dengan agama lain. Misalnya saja
kristen. Di dalam kristen terdapat ajaran trinitas yang tentu saja tidak
diajarkan dalam Islam. Begitupun dengan ajaran Hindu dan Budha yang percaya
kepada banyak dewa yang harus disembah yang diwujudkan dalam bentuk patung.
Islam tidak mengenal segala bentuk penyembahan sejenis. Tuhan Islam sendiri
tidak terlihat dan tidak dapat diserupakan dengan wujud keduniawian apapun,
bagaimana mungkin seseorang bisa mengatakan semua agama sama?
Dalam ajaran Islam, Allah sudah menurunkan agama yang benar
yaitu Islam melalui Para Nabi dan RasulNya dengan perantaraan Malaikat Jibril
atau roh kudus. Manusia dan jin kemudian disesatkan pihak ketiga, dalam
hal  ini setan, kemudian menciptakan
Tuhan-Tuhan baru selain Allah. Pada jaman Rasulullah, sekutu-sekutu Allah ini
salah satunya dinamakan Latta dan Uzza, diwujudkan dalam bentuk patung manusia.
Baca Juga:  Mengkaji Surah At-Takwir Mengungkap Tanda-Tanda Hari Kiamat
Konon mereka ini orang-orang suci pengikut nabi terdahulu
yang sudah lama meninggal. Sosoknya lalu dibuat dalam bentuk patung, sebagai
wujud perantara doa kepada Allah. Lama kelamaan terjadilah pergeseran makna,
dari sekedar perantara doa lalu berganti sebagai wujud penyembahan terhadap
Tuhan, dalam hal ini bangsa Arab menyebutnya dengan nama Allah.
Setelah berdiskusi dengan teman “atheis” Molzania tersebut,
ternyata dia tidak dapat menerima konsep ketuhanan yang telah Molzania jelaskan
berdasarkan pemahaman Molzania terhadap isi kandungan Al-Quran yang sudah
Molzania pelajari. Akhirnya Molzania diblokir dari pertemanannya di Facebook. Itulah konsekuensi yang harus Molzania terima, tapi tak mengapa karena niat awal Molzania ialah untuk meluruskan. Walaupun mungkin pemahaman Molzania masih kurang sempurna, tapi semoga Allah menyempurnakannya catatan amal Molzania di akhirat. ;’) 

Pin It on Pinterest

Share This