1,916 Views
Dingin. Begitulah kesan pertamaku ketika mengenal Ably. Dia adalah cowok yang juteknya minta ampun. Ditegur dikit malah cuek bebek. Lama-lama bikin bête deh orangnya! Contohnya pagi ini nih..
“Met pagi Ably,”
“Hmm..” sahut Ably tanpa menoleh dari tempat duduknya yang ada di pojokan. Matanya tetap awas pada majalah yang tengah dibacanya. Aku mengernyit. Baru pertama kali dalam sejarah pergaulanku, aku bertemu seseorang yang tidak membalas salamku. Padahal aku kan hanya ingin berniat baik dengan menegurnya karena ia kulihat sendirian di dalam kelas. Aku pun menaruh tasku dan melangkah ke luar kelas dengan wajah kesal.
“Haha.. Lagian elu pagi-pagi udah ganjen”
“Yeey.. maksud gue kan baik” belaku. Adel yang sedang berdiri di depanku malah senyum-senyum. Aku bertambah kesal. Apa susahnya sih senyum dikit trus ngomong “Iya, selamat pagi” ???
Pada akhirnya aku mengalah. Soalnya kulihat Ably bersikap cuek bukan hanya padaku saja. Melainkan pada semua orang. Ably itu pendiam banget kalau di kelas. Kalau bukan karena disuruh guru untuk ngomong, Ably tak bakal mau membuka mulut. Untungnya dia duduk sendirian di pojok, coba kalau dia duduk berdua pasti orang yang duduk dekat dia bakalan bête seharian!
“Ehh, tapi kalo dipikir-pikir Ably itu cakep juga…”
“Wooo… Pantesan dibelain terus”
***
Aku sedang sibuk BBM-an dengan blackberryku saat Bu Lilis tiba-tiba datang ke mejaku dan menyitanya. Sial! Aku terpaksa harus menemui Bu Lilis sepulang sekolah nanti. Atau mungkin kedua orangtuaku akan dipanggil. Sungguh memalukan!
“Bunga, kamu pindah tempat duduknya ke tempat Ably!” perintah Bu Lilis usai ia menceramahiku. Butuh waktu sepersekian detik aku mencerna kata-kata Bu Lilis. What?! Wait a minute?!!!
“Ta.. Tapi, Bu…”
“Sekarang yaa…!!” pinta Bu Lilis dengan wajah memelas. Sial!
Dengan langkah malas-malasan aku menenteng tas ranselku dan berjalan ke arah meja Ably. Hampir seisi kelas kini menatapku. Aku memandangi bangkuku di sebelah Adel yang kosong dengan tatapan sedih. Bruk! tasku kutaruh asal diatas meja Ably. Kulihat dari kejauhan, Adel memandangiku dengan tatapan kasihan.
“Oke, anak-anak. Tugas Bahasa Indonesianya Ibu ganti. Terdiri dari dua orang bersama teman semeja kalian masing-masing…”
***
Bu Lilis memang keterlaluan. Beruntung tadi orangtuaku tidak jadi dipanggil dan hapeku dikembalikan. Bu Lilis mengaku dia masih baik hati hari ini. Padahal…
Aku mendengus kesal. Bu Lilis kembali melanjutkan materi ceramahnya tentang tokoh-tokoh sastra Indonesia di muka kelas. Tangannya mengetuk-ngetuk papan tulis dengan mistar panjangnya. Aku terdiam di mejaku memikirkan nasibku selanjutnya. Aku melamunkan tugas kelompok yang harus kukerjakan bareng Ably. Kulirik Adel dari kejauhan, dia tengah sibuk mencatat.
“Lu juga sih, Del?! Ada Bu Lilis gak bilang-bilang…” cecarku saat istirahat di kantin. Adel hanya menghela nafas di sebelahku. Kucomot sebuah donat yang ada dihadapanku dan mengunyahnya. Aku menggemeretukkan gigiku kesal. “Ya, Maaf…”
“Maaf, Maaf!!! Memangnya enak satu kelompok sama patung es?!!!”
“Lagian kamunya juga sih?! Padahal tadi tanganmu udah kusenggol-senggol kok..”
Aku memelototi Adel. Melihatku melotot, Adel nyengir dan mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya membentuk huruf V. “Pleasee, jangan marah ya Bunga… hehehe” rayu Adel, “Kalo lu marah gitu wajahnya jadi jelek lhooo…”
Aku diam.
“Gimana kalo gue beliin cokelat…?!!”
Masih terdiam.
“Ya udah gue bantuin ngomong ke Bu Lilis, deh” Adel menepuk pundakku sambil tersenyum jenaka. Wajahku langsung sumringah.
***
“Gimana???!!!”
“Nggak bisa juga, sorry…”
Dugaanku tepat. Tidak semudah itu merayu Bu Lilis untuk memindahkanku ke kelompok Adel. Aku terduduk lemas di bangku taman sekolah. “Hikz,”
“Sudah dong jangan nangis, “ hibur Adel di sebelahku. Ia menarik rambutku ke belakang telinga. Wajahku masih kutekuk.
“Dicoba aja dulu. Ably kan lumayan pinter…”
***
Pada akhirnya aku memang harus menerima nasibku. Hari ini aku janjian dengan Ably untuk mengerjakan tugas bareng dirumahnya. Ditanganku tergenggam selembar kertas yang berisi alamat rumah Ably. Aku tersenyum. Tulisannya rapi juga ternyata!
Villa Bougenville Blok A No. 15
Aku mengamati deretan rumah megah yang berada dihadapanku seraya mencocokkan tempat yang ada di kertas. Daerah tempat tinggal Ably masih asing bagiku. Belum pernah sekalipun aku berkunjung kesini. Habis villa ini kan tergolong kompleks perumahan baru.
Hmm… Blok A15. Aku melihat sebuah papan nomor rumah tusuk sate dua tingkat dengan halaman luas yang kuyakini sebagai rumah Ably. Gede juga ternyata!!! Dua buah mobil Jaguar nangkring di garasi rumahnya. Aku sampai terkagum-kagum.
“Bung, bener ini rumahnya…” sahut Adel disebelahku. Aku mengedikkan bahu. Lebih baik langsung saja bertanya pada satpam penjaga rumah saja. Seperti kata pepatah, malu bertanya sesat dijalan.
“Mas, apa benar ini rumahnya Ably..”
“Iya bener. Neng Bunga, kan? “ Aku terkesiap. Satpam itu ternyata mengenaliku. Ia lalu menyuruhku segera masuk ke dalam rumah dan menyilakanku duduk. Satpam yang bernama Gimin itu lalu naik ke lantai atas seraya memanggil-manggil tuannya.
Aku terdiam, Adel pun. Kuamati rumah mewah nan megah ini. Sebersit rasa malu hinggap dihatiku. Aku sungguh belum pernah melihat ruang tamu sebesar ini!!!
Terdengar suara-suara dari dalam sebelum akhirnya aku meyakini kalau itu suara Ably. Tak lama kemudian, Ably pun keluar sambil menenteng laptop serta beberapa buah buku tebal. Ia tampak sedikit terkejut saat menyadari kehadiran Adel disebelahku. Aku tersenyum.
“Bisa kita mulai sekarang!!”
“Oh, boleh???!!!” Aku bangkit lalu mengeluarkan buku-buku yang kupinjam dari perpustakaan didalam tasku dan berjalan ke meja tamu. Aku dan Adel lantas duduk ngepor di bawah. Sementara itu Ably sibuk menghidupkan laptopnya.
“Ini apa?” ujarku sambil melihat ke arah buku-buku tebal yang dibawa Ably tadi. Aku tersentak ketika memperhatikan judulnya, “Biografi Mini 100 Tokoh Sastra Indonesia Lengkap”. Hmm, boleh juga!!! Ditilik dari harganya, pasti mahal!!
Aku memperhatikan wajah Ably dan mulai menyadari sesuatu. Iya, juga ya! Wajah Ably kelihatan bersih. Sikapnya pun terlihat sangat elegan. Ably tipikal orang yang selalu berhati-hati. Ciri khas orang yang berada banget deh!!
“Kenapa?!” tiba-tiba Ably mengangkat wajah. Aku gelagapan. Adel cekikikan di belakangku. “Ehh, ngg…”
“Ably, Bunga naksir kamu tuh?!!!”
“Husshhh… Apaan kamu Del?!!” ujarku marah. Kucubit pahanya hingga ia kesakitan. “Habis dari awal ngomongin Ably mulu…” Adel semakin terpingkal-pingkal. Kupelototi Adel. Iya, teruskan saja bongkar semua rahasiaku… Ugh!!!!
Ably hanya tersenyum-senyum melihat tingkahku yqang kelihatan seperti anak kecil. Ia kelihatan sangat menikmati perkelahian antara aku dan Adel. Ably tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala. Sebuah suara menghentikan perkelahian kami. Aku terkejut saat Ably berdehem dan berucap, “Loe beneran mau???”