1,782 Views
#CeritaPos Cerita ini
sebenarnya sudah lama sih. Tapi kemaren waktu ubek-ubek gudang, nemu sepucuk
surat yang terselip di buku-buku pelajaran SMPku. Surat itu berasal dari
sahabat penaku semasa SD. Entah dia sekarang berada dimana. Mengingatnya
membuatku mengenang masa-masa dimana aku masih polos banget. Sayangnya surat
itu tak sempat kuabadikan di hape.
sebenarnya sudah lama sih. Tapi kemaren waktu ubek-ubek gudang, nemu sepucuk
surat yang terselip di buku-buku pelajaran SMPku. Surat itu berasal dari
sahabat penaku semasa SD. Entah dia sekarang berada dimana. Mengingatnya
membuatku mengenang masa-masa dimana aku masih polos banget. Sayangnya surat
itu tak sempat kuabadikan di hape.
Dulu semasa SD kelas 5, karena terinspirasi dari cerpen anak
di Majalah Bobo yang berkisah tentang seorang anak yang bersahabat pena dengan
teman di luar kota dan kelihatannya seru sekali, aku pun tertarik ikut
mencobanya.
di Majalah Bobo yang berkisah tentang seorang anak yang bersahabat pena dengan
teman di luar kota dan kelihatannya seru sekali, aku pun tertarik ikut
mencobanya.
Aku berusaha menemukan sahabat penaku dengan mencari acak di
majalah Bobo. Ketemulah dua nama, yaitu Ridhanisa Ayu dan satunya lagi entah
siapa. Aku memilihnya karena faktor sesama cewek. Aku rada canggung kalo
bersahabat pena sama cowok. Hahaa…
majalah Bobo. Ketemulah dua nama, yaitu Ridhanisa Ayu dan satunya lagi entah
siapa. Aku memilihnya karena faktor sesama cewek. Aku rada canggung kalo
bersahabat pena sama cowok. Hahaa…
Aku pun memulai surat pertamaku. Untuk menulisnya aku
meminta bantuan Ayah. Dulu, bukannya aku tak bisa menulisnya sendiri tapi aku
takut kalo isi suratku jelek sehingga sahabat baruku tak mengerti maksud
tulisanku. Lagian, ayahku juga seorang wartawan sih, pasti beliau paham cara
menulis surat untuk anak-anak.
meminta bantuan Ayah. Dulu, bukannya aku tak bisa menulisnya sendiri tapi aku
takut kalo isi suratku jelek sehingga sahabat baruku tak mengerti maksud
tulisanku. Lagian, ayahku juga seorang wartawan sih, pasti beliau paham cara
menulis surat untuk anak-anak.
Ayah mengajarkanku cara menulis surat. Pertama ia menyuruhku
untuk memperkenalkan diriku. Aku pun menuliskan biodataku lengkap-lengkap
disana. Saking lengkapnya aku membutuhkan dua halaman penuh buku tulis hanya
untuk menulis biodata. Aku juga mengatakan bahwa aku menemukan profilnya dari
majalah Bobo.
untuk memperkenalkan diriku. Aku pun menuliskan biodataku lengkap-lengkap
disana. Saking lengkapnya aku membutuhkan dua halaman penuh buku tulis hanya
untuk menulis biodata. Aku juga mengatakan bahwa aku menemukan profilnya dari
majalah Bobo.
Aku bersama ayah pun pergi ke kantor pos untuk mengirimkan
suratku. Disana aku mengetahui kalo mengirim surat itu agak ribet. Kita harus
meminta stempel petugas, lalu memasukkan sendiri ke dalam kotak surat yang
tersedia disana yang diatasnya ada nama kota-kota di Indonesia. Kirain dulu
mengirimkannya hanya tinggal mencemplungkan surat ke dalam kotak pos yang ada
di depan sekolah. Nanti si surat akan berjalan sendiri lewat terowongan bawah
tanah hehee…
suratku. Disana aku mengetahui kalo mengirim surat itu agak ribet. Kita harus
meminta stempel petugas, lalu memasukkan sendiri ke dalam kotak surat yang
tersedia disana yang diatasnya ada nama kota-kota di Indonesia. Kirain dulu
mengirimkannya hanya tinggal mencemplungkan surat ke dalam kotak pos yang ada
di depan sekolah. Nanti si surat akan berjalan sendiri lewat terowongan bawah
tanah hehee…
Setelah menunggu beberapa bulan, aku mendapatkan kiriman dua
surat atas namaku sendiri. Rasanya senang bukan main. Berasa jadi orang penting.
Soalnya biasanya yang mendapat surat hanya Ayah dan Mimi (ibuku). Mimi biasa
mendapat surat dari bank. Sedangkan Ayah entah apa dari kantornya.
surat atas namaku sendiri. Rasanya senang bukan main. Berasa jadi orang penting.
Soalnya biasanya yang mendapat surat hanya Ayah dan Mimi (ibuku). Mimi biasa
mendapat surat dari bank. Sedangkan Ayah entah apa dari kantornya.
Saking girangnya, aku sampe peluk surat sahabat penaku itu
lama sekali. Beneran selama dua hari surat itu tak pernah lepas dari tanganku.
Sampai-sampai aku bawa tidur. Keesokan harinya aku perlihatkan dengan bangga
pada teman-teman di sekolah hihii… Mereka memandangku kagum karena berhasil
mendapat surat dari Bandung yang entah seperti apa kota itu karena aku sendiri
belum pernah kesana.
lama sekali. Beneran selama dua hari surat itu tak pernah lepas dari tanganku.
Sampai-sampai aku bawa tidur. Keesokan harinya aku perlihatkan dengan bangga
pada teman-teman di sekolah hihii… Mereka memandangku kagum karena berhasil
mendapat surat dari Bandung yang entah seperti apa kota itu karena aku sendiri
belum pernah kesana.
Hari ketiga, aku pun membalas surat-surat sahabat penaku. Masih
meminta bantuan Ayah untuk menolongku menulis kata-katanya. Di surat kedua ini,
aku memutuskan untuk mengirim foto pribadiku. Aku memilih foto disaat aku lagi
jadi pengantin cilik yang mengenakan baju adat Palembang saat pernikahan
tanteku beberapa bulan lalu. Disuratku aku menceritakan latar belakang fotoku
itu.
meminta bantuan Ayah untuk menolongku menulis kata-katanya. Di surat kedua ini,
aku memutuskan untuk mengirim foto pribadiku. Aku memilih foto disaat aku lagi
jadi pengantin cilik yang mengenakan baju adat Palembang saat pernikahan
tanteku beberapa bulan lalu. Disuratku aku menceritakan latar belakang fotoku
itu.
Beberapa bulan kemudian, hanya satu surat yang datang. Yaitu
dari Ridhanisa Ayu yang tinggal di Bandung ini. Ia juga mengirimkan fotonya
saat liburan di pantai parangtritis. Saat itu aku sudah kelas 1 SMP. Aku pun
membalas suratnya. Kali ini aku sudah bisa menulis surat sendiri. Kuceritakan
disana kesibukanku di SMP yang super padat. Sekolah, ekskul, les mipa, dan
lain-lain. Aku merasa kecapekan. Tak terasa itulah surat terakhirku untuknya.
Karena ketika surat temanku itu datang lagi, aku tak sempat-sempat membalasnya.
Suratnya pun masih setia nangkring di buku harian.
dari Ridhanisa Ayu yang tinggal di Bandung ini. Ia juga mengirimkan fotonya
saat liburan di pantai parangtritis. Saat itu aku sudah kelas 1 SMP. Aku pun
membalas suratnya. Kali ini aku sudah bisa menulis surat sendiri. Kuceritakan
disana kesibukanku di SMP yang super padat. Sekolah, ekskul, les mipa, dan
lain-lain. Aku merasa kecapekan. Tak terasa itulah surat terakhirku untuknya.
Karena ketika surat temanku itu datang lagi, aku tak sempat-sempat membalasnya.
Suratnya pun masih setia nangkring di buku harian.
Surat terakhir dari temanku itu menyatakan kalau dia juga
merasakan hal yang sama denganku. Kami sama-sama kelas 1 SMP waktu itu. Dia
bilang aku aneh karena terus-menerus menggerutu. Seharusnya aku semangat
bersekolah untuk meraih cita-citaku. Bukannya curhat panjang lebar.
merasakan hal yang sama denganku. Kami sama-sama kelas 1 SMP waktu itu. Dia
bilang aku aneh karena terus-menerus menggerutu. Seharusnya aku semangat
bersekolah untuk meraih cita-citaku. Bukannya curhat panjang lebar.
Pas kelas 3 SMP, surat terakhir dari Nisa kupindahkan ke
buku Fisika pelajaran favoritku. Setiap lagi suntuk atau bete, aku selalu
membaca surat dari sahabat penaku itu. Waktu itu aku mau UAN, jadi bikin aku
semangat untuk belajar.
buku Fisika pelajaran favoritku. Setiap lagi suntuk atau bete, aku selalu
membaca surat dari sahabat penaku itu. Waktu itu aku mau UAN, jadi bikin aku
semangat untuk belajar.
Hingga sekarang kami masih lost contact. Semoga suatu hari
nanti bisa ketemu lagi. Terakhir kami bercakap tahun 2005. Sekarang aku cari
facebooknya tapi ga ketemu. Semoga teman jauhku itu masih diberi kesehatan dan
umur panjang sama Allah SWT. Aamiin…
nanti bisa ketemu lagi. Terakhir kami bercakap tahun 2005. Sekarang aku cari
facebooknya tapi ga ketemu. Semoga teman jauhku itu masih diberi kesehatan dan
umur panjang sama Allah SWT. Aamiin…
*diikutsertaan dalam lomba blog #CeritaPos versi kamu via facebook fanpage Telkomsel*