Satu dari delapan orang di dunia ini mengalami gangguan mental. Jika berlangsung lebih dari enam bulan, mereka semua berpotensi menjadi seorang disabilitas mental. Gangguan ini tak kasat mata. Banyak penderitanya justru merasa baik-baik saja.
Di Indonesia, penyandang disabilitas mental seringkali ditakuti. Mereka kerap mengalami diskriminasi dan mendapat stigma negatif. Disabilitas mental identik dengan anggapan orang gila atau kurang waras. Akibatnya banyak yang menjauhinya.
Padahal disabilitas mental tidaklah seperti yang kita kira. Makanya akhir-akhir ini, banyak orang yang makin perhatian dengan isu kesehatan mental. Pengen tahu lebih jauh mengenai Disabilitas mental? Yuk, simak sampai akhir.
Pengertian Disabilitas Mental
Menurut WHO, disabilitas mental adalah keterbatasan yang memengaruhi seseorang dalam pola pikiran, regulasi emosi dan atau sikap perilaku. Hambatan ini biasanya dialami dalam kurun waktu minimal 6 bulan atau lebih.
Sementara itu menurut Kemenkes, disabilitas mental adalah kondisi kesehatan yang berpengaruh kepada pemikiran, perilaku, perubahan suasana hati, perasaan, atau gabungan diantaranya. Gangguan ini memengaruhi seseorang dalam waktu yang lama.
Untuk bisa mengetahui seseorang mengidap disabilitas mental, diagnosa hanya dapat dilakukan oleh psikiator dan psikolog. Seseorang tidak bisa mendiagnosis dirinya sendiri. Melainkan hanya bisa dilakukan oleh tenaga kesehatan jiwa.
Ada sekitar 970 juta orang di dunia ini yang mengidap disabilitas mental. Jumlahnya terus meningkat 30 persen setiap tahun. Kebanyakan masih enggan menerima keadaan dirinya dan tidak mau berobat. Soalnya takut menghadapi cemoohan masyarakat.
Macam-Macam Disabilitas Mental
1. Gangguan Cemas (Anxiety Disorder)
Gangguan cemas adalah perasaan khawatir berlebihan yang memengaruhi kehidupan sehari-hari. Jantung berdebar, perasaan gelisah, mudah lelah, otot tegang, sulit berkonsentrasi dan gangguan tidur merupakan ciri-ciri umum dari anxiety disorder ini. Jika dibiarkan berkelanjutan, penderitanya bisa mengalami depresi.
2. Depresi
Pada tahun 2018, sekitar 280 juta orang menderita gangguan depresi. Dari jumlah tersebut, sebanyak 23 juta merupakab anak-anak dan remaja. Fakta ini dikemukakan oleh WHO. Gangguan depresi memengaruhi perubahan suasana hati. Menyebabkan perasaaan sedih, murung, dan kehilangan minat pada hal yang disukai. Terkadang bisa menyebabkan masalah pada kesehatan.
3. Gangguan Trauma Masa Lalu (Post-Traumatic Syndrom Disorders)
Sesuai dengan namanya, PTSD berasal dari trauma masa lalu yang dibiarkan berlarut-larut. Penderitanya akan terpicu oleh ingatan kejadian tersebut, dan berakibat dengan munculnya perasaan sedih, bersalah, ketakutan, hampa atau bahkan juga mengalami amnesia.
4. Skizofrenia
Skizofrenia adalah gangguan yang terjadi pada otak yang mengakibatkan penderitanya mengalami delusi, halusinasi, bicara melantur dan masalah motivasi dan kemampuan berpikir. Orang skizofrenia kebanyakan berusia remaja akhir hingga dewasa akhir. Di Indonesia, populasi penyandang skizofrenia termasuk tertinggi di dunia. Jumlah penderitanya diperkirakan berjumlah 450 ribu orang.
5. Gangguan Makan (Eating Disorders)
Gangguan makan ini dapat mengakibatkan seseorang kekurangan gizi atau malah jadi kelebihan berat badan. Jika tidak ditangani, tentu bisa menyebabkan masalah kesehatan. Bahkan bisa pula mengalami kematian. Secara global, penderitanya kebanyakan dialami perempuan daripada laki-laki.
6. Gangguan Kepribadian dan Sosial
Dalam Bahasa Inggris disebut dengan istilah Disruptive Behavior and Dissocial Disorders. Gangguan ini ditandai dengan perilaku yang agresif dan mengganggu yang melanggar norma sosial dari penderitanya. Mereka sering merasa tidak bersalah telah merugikan orang lain. Sehingga cenderung bermasalah pada hubungan dan interaksi dengan orang sekitarnya.
7. Gangguan Perkembangan Syaraf Otak
Bahasa Inggrisnya disebut neurodevelopmental disorders. Gangguan ini disebabkan oleh terganggunya fungsi perkembangan otak seseorang. Sehingga memengaruhi aktivitas sehari-hari. Menyebabkan kesulitan untuk belajar, berbicara, berperilaku, kontrol diri dan masalah kesehatan lainnya.
Pengobatan Disabilitas Mental
Pengobatan disabilitas mental dapat bervariasi. Tergantung kondisi pasien dan tingkat keparahannya. Beberapa alternatif pengobatan yang dapat diberikan, antara lain :
1. Psikoterapi
Psikoterapi dapat diberikan oleh psikiater atau psikolog sesuai kebutuhan. Bisa berupa layanan konsultasi individual, pertemuan kelompok, atau pendampingan keluarga. Lamanya bisa memakan waktu hingga bertahun-tahun.
2. Obat-Obatan Medis
Psikiater dapat meresepkan obat anti psikotik dan penstabil mood sesuai dengan gejala yang dialami pasien.
3. Terapi Kejut Listrik
‘Terapi kejut listrik ini dapat diberikan untuk pasien dengan tingkat keparahan yang tinggi. Caranya pasien akan dipasangi alat-alat medis yang mengalirkan gelombang listrik ke otak. Alat ini berfungsi untuk menstimulasi dan mengembalikan fungsi otak yang bermasalah.
4. Dukungan dan Edukasi
Penyandang disabilitas mental akan diberikan pelatihan cara menangani kondisi mentalnya oleh terapis. Sehingga dapat lebih mandiri dalam beraktivitas sehari-hari.
5. Perubahan Gaya Hidup
Pasien dapat diminta untuk mengubah gaya hidupnya menjadi lebih sehat. Seperti pemenuhan makanan bergizi, olahraga, dan perubahan kualitas tidur. Bertujuan untuk penyembuhan mental dan fisik.
6. Terapi Kejiwaan di Rumah Sakit
Untuk pasien dengan gejala berat, dapat diberikan alternatif rawat inap di rumah sakit. Supaya bisa mendapatkan pengawasan dokter dan diberikan penanganan yang tepat.
Disabilitas Mental Apakah Sama dengan ODGJ?
ODGJ singkatan dari Orang dengan Gangguan Jiwa. Secara pengertiannya, disabilitas mental merupakan sinonim dari ODGJ. Di Indonesia penyandang disabilitas mental juga bisa disebut sebagai ODGJ.
Akan tetapi, kita dilarang untuk menyebut ODGJ dengan sebutan orang gila atau kurang waras. Soalnya cenderung bermakna negatif. Akibatnya ODGJ jadi takut berobat dan malah memperparah keadaannya.