Setiap orang pasti pernah mengalami rasa cemas, galau, sedih, bahkan marah. Iya, dong! Hal tersebut manusiawi sih sebenarnya. Tetapi kalau tidak dikelola dengan baik, hal tersebut akan berlarut-larut dan malah membahayakan. Inilah yang menjadi cikal bakal penyakit depresi yang bisa berujung pada kematian.
Mungkin memang pertanda akhir zaman. Semakin banyak kasus bunuh diri akibat depresi yang terjadi di sekitar kita. Nggak usah jauh-jauh deh. Bagi penggemar Kpop seperti Molzania, tahun ini saja sudah ada beberapa artis yang memilih untuk bunuh diri.
Antara kasihan dan khawatir sih sebenarnya. Soalnya orang depresi itu seringkali nggak kelihatan. Bisa saja mereka-mereka yang terlihat ceria di depan kita, ternyata justru menyimpan bom waktu. Bahkan sesiapa tahu gangguan kejiwaan ada di dalam diri kita sendiri. Nah loh, gawat kan?
Tapi sebelum kita melangkah lebih jauh, ada baiknya kita mengetahui apa sih tanda-tanda sehat mental? Jadi beberapa tanda kalau kita punya kesehatan mental yang baik ialah memiliki perasaan yang tenang, hubungan yang baik dengan sesama manusia, serta pikiran yang terbuka, asertif dan positif.
Jika kita memiliki tanda-tanda di atas dalam diri sendiri, maka artinya kesehatan mental kita baik. Tetapi yang namanya kehidupan, tidak selamanya kita mencapai hal-hal yang ideal tersebut. Ada kalanya kita memiliki masalah, baik dengan diri sendiri ataupun dengan sesama, yang mengakibatkan perasaan kita terganggu.
Contohnya nih, sering dong kita mengalami galau, gundah gulana, bahkan kecemasan akibat sesuatu? Artinya di saat yang bersamaan, kesehatan mental kita sedang terganggu. Tapi kebanyakan seiring berjalannya waktu, kita mampu mengatasi hal tersebut baik melalui pengalaman diri sendiri atau mencontoh apa yang dilakukan oleh orang lain yang memiliki masalah yang sama.
Bagi orang-orang yang mengalami depresi, masalah yang mengakibatkan perasaan galau, gundah gulana, dan kecemasan itu tidak terselesaikan. Malah cenderung berlarut-larut dan semakin membebani pikiran. Akibatnya rasa depresi pun kian mendalam.
Hormon yang Memengaruhi Rasa Stress
Dalam istilah kedokteran, jika manusia mengalami situasi yang menjadi sumber stress, maka artinya otak akan mengeluarkan tiga jenis hormon, yaitu:
1. Hormon Adrenaline yang memberikan otak sinyal adanya sesuatu hal yang berbahaya. Pada tubuh, kita akan merasakan detak jantung yang semakin cepat, tekanan darah meningkat, dan juga pasokan energi yang bertambah-tambah.
2. Hormon Neroinefrin, disebut juga sebagai hormon kewaspadaan. Bila hormon ini berkerja akan meningkatkan respon kita.
3. Hormon Kortisol, merupakan hormon pengendali stress yang berfungsi untuk mengatur keseimbangan aliran darah.
Nah, jika ketiga hormon dipaksa untuk berkerja terus-menerus, akan mengakibatkan gangguan pada satu atau beberapa hormon. Akibatnya rasa stress menjadi tidak terkendali, dan menimbulkan depresi.
Tipe-Tipe Gangguan Kesehatan Mental
Ada dua tipe gangguan kesehatan mental, diantaranya sebagai berikut:
1. Bersifat neurotis, maksudnya gangguan ini menyebabkan masalah pada kehidupan sehari-hari. Contohnya ialah penyakit insomnia, dan gangguan kecemasan. Jika gejala neurotis tidak ditangani dengan baik, dapat berlanjut ke psikotik.
2. Gejala psikotik gangguan kejiwaannya lebih berat lagi dibandingkan neurosis. Sudah menimbulkan perilaku yang bermasalah seperti mengurung diri di kamar, hingga percobaan bunuh diri.
Apa yang Harus Dilakukan Bila Merasa Stress ?
Nah sudah tahu kan, akibat dari rasa stress yang dibiarkan berlarut-larut. Maka dari itu sebisa mungkin, sedini mungkin, kita mesti bisa mengendalikan rasa stress. Bila mengalami tanda-tanda awal alias gejala depresi, kita bisa minta bantuan kepada orang terdekat.
Keluarga dan sahabat (suami/istri bila sudah menikah) jadi orang pertama yang akan kita mintakan bantuan. Biar gimanapun mereka orang yang sudah mengenal kita dengan baik. Terlebih pada orangtua. Atau kita bisa juga curhat pada seseorang yang kita percayai. Pokoknya hal pertama sih kita mesti berbagi dulu masalah kita pada orang-orang yang kita sayangi.
Menulis juga bisa jadi self healing terbaik loh. Mulai dengan menulis di buku harian setiap harinya. Tulis apapun curahan hatimu di sana. Jika memungkinkan, kita bisa menulis di blog atau sosial media. Tapi pastikan emosi stabil dulu ya, supaya kita tidak terkena kasus UU ITE atau komen negatif netizen. Ntar malah masuk penjara loh.
Jika kita memang sudah nggak bisa menahannya, maka kita perlu menghubungi psikolog/psikiater untuk konsultasi. Siapa tahu kita memang butuh obat untuk menetralisir gejala depresinya. Mana yang mesti dihubungi terlebih dahulu psikolog atau psikiater? Sebaiknya sih ke psikolog dulu.
Jika diagnosanya masih ringan, mungkin psikolog bisa memberikan saran kepadamu. Tentang apa yang mesti dilakukan untuk mengurangi rasa stressmu. Namun jika sudah berat, nantinya psikolog akan merujuk ke psikiater. Nah, psikiater inilah yang memberikan kewenangan apakah kamu butuh diresepkan obat atau tidak.
Di dalam melakukan ikhtiar pengobatan, cobalah untuk perbanyak beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Bagaimanapun semua ujian kehidupan datangnya dari Allah SWT. Rajin ibadah akan membuat hati menjadi tenang. Yakinlah, setiap masalah pasti ada solusinya. Mintakan pada Allah solusi untuk setiap masalahmu.
Popularitas Konsultasi Psikologi di Indonesia
Di Indonesia, kurang familiar mengobati depresi dengan berkonsultasi kepada psikolog atau psikiater. Bahkan sarana dan prasarana kesehatan mental juga kurang di negeri ini. Total hanya ada 48 RSJ di Indonesia. Sebagian besar berada di kota-kota besar saja. Tahun 2015, hanya ada 800 psikiater yang melayani 247 juta penduduk Indonesia (Sumber: Kompas). Miris banget, kan?
Tapi di luar negeri, ini sudah jadi hal biasa. Streotip tentang gangguan kejiwaan masalah utama di negeri ini. Banyak orang beranggapan kalau orang dengan gangguan kejiwaan itu ORANG GILA. Padahal kan belum tentu..
Memang nggak bisa dipungkiri, kita ‘takut’ kepada ODGJ tidak terawat yang ada di jalan-jalan. Molzania termasuk diantaranya. Takutnya itu ketika mereka mengamuk dan mengganggu orang-orang di sekitarnya. Namun mereka tidak boleh kita bully juga. Malah seharusnya kita membantu mereka untuk diobati dengan cara dibawa ke RSJ terdekat.
ODGJ itu bermacam-macam. Bergantung pada kadar gangguan kejiwaannya. ODGJ yang sering kita temuin di jalan-jalan itu berarti tingkat gangguan kejiwaannya sudah tergolong tinggi. Malah bisa aja justru diri kita sendiri juga sebenarnya mengalami gangguan kejiwaan yang levelnya rendah. Untuk memastikannya kita konsultasikan ke psikolog. Jauhi self diagnosis atau diagnosa diri sendiri.
*Semua materi di atas didapat dari diskusi tentang “mental health” bersama Kompasiana dan Komunitas Playdate Palembang dengan melibatkan psikolog klinis dari Lembaga Psikologi Lentera Jiwa Palembang
Dulu, Tengu pernah baca jurnal profesor penganar Psikolog dan mantan menteri pendidikan. Beliau menuliskan nantinya profesi psikolog bakalan laris. Ternyata bener… Tapi, ini bagus karena sudah banyak masyarakat terbuka pikirannya mengenai kesehatan mental
semoga makin banyak yang sadar akan kesehatan mental ya aamiin
Setuju banget, writing is a part of self healing. Menulis untuk diri sendiri, mengapresiasi diri, atau sekadar mengungkapkan segalanya… kesehatan mental lagi jadi isu banget ya Mbak, meskipun masih ada orang yang memandang sebelah mata..
yess.. 🙂