Sebenarnya sudah lama banget, Molzania ingin berkunjung ke masjid tertua di Palembang ini. Tapi Alhamdulillah akhirnya kesampaian juga.
Masjid ini sudah dibangun sejak tahun 1889 Masehi. Jadi boleh dibilang masjidnya masjid tertua se-Palembang anget.
Buat yang penasaran nama masjidnya Masjid Besar Al-Ahmadiyah. Masjid ini juga dikenal sebagai Masjid Ki Gede Ing Suro atau Masjid Suro Palembang.
Sesuai dengan namanya, Masjid ini memanglah berlokasi di Jalan Ki Gede Ing Suro, Kelurahan 30 Ilir, Palembang. Di sini, daerahnya terkenal dengan sebutan Tangga Buntung.
Belum Ramah Disabilitas, Sulitnya Parkir Kendaraan
Cukup sulit untuk parkir kendaraan di sini. Soalnya masjidnya tanpa halaman parkir. Letaknya persis di area hook simpang tiga. Persis di pinggir jalan yang sempit.
Kalau bawa kendaraan, parkirnya mesti menumpang di bahu jalan. Kalau sedang ramai, rawan macet.
Oh ya, masjid Suro ini belum sepenuhnya ramah disabilitas. Tersedia ramp di pelatarannya untuk kursi roda naik. Mungkin diperuntukkan untuk jamaah lansia yang ingin ke masjid.
Akan tetapi, untuk masuk ke dalam masjid, kita juga mesti naik tangga. Molzania sendiri merangkak dan ngesot untuk mobiitas di dalam. So, persiapkan dirimu sebelum menjelajah masjid ini ya..
Lokasi Masjid Suro Al-Ahmadiyah
Mengintip Bangunan Masjid Suro, Masjid Tertua di Palembang
Berkunjung ke masjid ini, serasa masuk ke suasana Palembang zaman bari. Dalam Bahasa Palembang, bari artinya adalah zaman dulu.
Bagaimana tidak? Sekitar masjid kebanyakan rumah limas khas Palembang. Beberapa bangunan klasik Belanda juga bisa terlihat.
Pokoknya kalau kata mimi Molzania, masjid dan sekitarnya mirip kayak Palembang zaman beliau masih kecil dulu. Sekitar era 1900-an ke atas.
Bangunan masjid tidak terlalu besar. Hanya terdiri dari satu lantai. Biarpun sudah pernah dipugar, tetapi bentuknya masih mirip dengan yang asli dulu. Hmm.. begini toh masjid khas Palembang itu?
Bangunan masjid terdiri dari tiga bagian. Pada bagian luar ada teras masjid yang tertutup. Jika wanita masuknya dari teras di bagian samping.
Lalu masuk ke dalam bangunan, ada area tempat shalat tambahan untuk wanita. Lokasinya ada di bagian kanan. Ruangannya tidak terlalu besar, tapi cukup nyaman.
Di samping area shalat tambahan tadi, ada bangunan utama masjid. Area ini tempat shalat jamaah laki-laki. Di bangunan utama masjidnya ini, sudah dilengkapi AC. Jadi, sejuk puolll..
Sementara itu pada bagian kiri ada teras kecil. Biasa digunakan untuk tempat berbuka puasa bersama.
Secara arsitektur, masjid ini didominasi oleh warna putih, emas, dan hijau, yang juga jadi warna kesukaan Rasulullah. Bangunan utamanya ditopang oleh tiang-tiang yang kokoh.
Pada bagian depan terdapat mihrab tempat imam shalat yang mirip dengan kepunyaan Rasulullah di Madinah. Dekorasinya penuh dengan ayat Alqur’an dan bercorak khas Sumatra Selatan.
Jadi masjid ini kental dengan perpaduan antara budaya Arab dan Melayu-Palembang. Sekilas mengingatkan Molzania akan suasana Masjid Nabawi di Madinah. Masha Allah rindunya..
Sejarah Panjang Masjid Berusia Hampir 1,5 Abad
Masjid Suro dibangun pertama kali pada tahun 1889. Selesainya dua tahun kemudian di 1891. Pendiri masjid ini adalah Kiayi Haji Abdurrahman Delamat yang juga dikenal dengan nama Ki Delamat. Beliau adalah salah seorang Kiayi Palembang yang termahsyur.
Dulunya, Ki Delamat membangun masjid di atas tanah wakaf milik Kiayi Haji Kiagus Khotib Mahmud. Saat itu, Ki Delamat baru saja pulang dari Mekkah untuk menunaikan haji. Nama masjid dibuat oleh cucu KH. Khotib Mahmud yang bernama KH. Matjik Rosad.
Masjid ini menjadi saksi penyebaran dakwah agama Islam di kota pempek. Dulu wong kito banyak yang tertarik belajar ilmu agama pada Kiayi Delamat.
Rupanya penguasa Belanda saat itu tidak suka dan melarang kegiatan di dalam masjid. Bahkan Ki Delamat pun diusir dari Palembang karena dianggap berbahaya.
Ki Delamat menetap di Dusun Sarika hingga akhir hayatnya. Masjid ini sempat ditutup selama 36 tahun. Pada tahun 1920, masjid pun diperbaiki. Lalu tahun 1925, dibangun menara yang menandai kembali dibukanya masjid untuk tempat beribadah wong Plembang.
Hmm, lantas bagaimanakah dengan Ki Delamat? Tadinya beliau dikubur di area belakang mimbar masjid. Tapi kemudian dipindah kuburannya ke pekuburan Jambangan.
Masjid Bersejarah Kaya Kegiatan dan Tradisi Keagamaan
Walau zaman berganti, Masjid Suro Palembang kini tetap aktif. Difungsikan sebagai tempat ibadah bagi orang banyak.
Pada hari-hari tertentu, masjid diisi dengan beragam kegiatan keagamaan. Seperti ceramah dan kajian dengan berbagai tema islami.
Bahkan saat ramadan tiba, masyarakat sekitar sini punya tradisi berbagi bubur suro. Biasanya dibagikan menjelang berbuka puasa untuk warga sekitar dan para pendatang.
Tahun lalu, Molzania berkesempatan mencicip bubur suro yang usianya sudah 100 tahun lebih. Seperti apa rasanya? Yuk nanti Molzania tulis ya artikel lengkapnya.
Senang rasanya bisa mengunjungi tempat bersejarah di Palembang. Ada rasa bangga dan haru menyelusup di dada.
Sebagai generasi muda, penting bagi kita untuk terus melestarikan budaya dan bangunan bersejarah di daerah.
Ternyata Palembang punya tempat wisata unik yang kaya akan sejarah. Maklum Palembang kan memang kota tertua di Indonesia.
Berdasarkan prasasti Kedukan Bukit, kota Palembang lahir pada 16 Juni 682. Tebak saja sendiri berapa usianya sekarang. ^^