3,454 Views
Dulu sewaktu masih SD, Molzania pernah mengikuti sebuah lomba menulis. Tema besarnya bercerita tentang harapan anak Indonesia untuk presiden. Disitu Molzania membayangkan kalau suatu hari nanti betul-betul bisa bertemu. Tak disangka mimpi itu pelan-pelan terwujud. Yah. walaupun nggak bertatap muka secara langsung, setidaknya mewakililah. Pada saat dewasa, Molzania betul-betul menyampaikan aspirasi di depan tim komunikasi presiden.


Sebagai kaum minoritas, kaum disabled jumlahnya cukup banyak di Indonesia yakni mencapai 12 persen. Pada kesempatan tersebut, Molzania berbagi pengalaman sebagai disabled yang juga menjadi bagian dari generasi muda Indonesia. Harapannya Molzania bisa mewakili teman-teman disabilitas diluar sana yang mungkin belum berkesempatan menyampaikan aspirasinya secara langsung.



Pada era pemerintahan Presiden Jokowi, di Indonesia sebenarnya telah disahkan Undang-Undang Disabilitas tahun 2016 lalu. Undang-Undang ini sebagai pengganti dan penyempurna dari Undang-Undang yang sebelumnya telah lebih dulu disahkan yaitu UU Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat. Adapun UU Disabilitas pada era Presiden Jokowi ini didalamnya mencakup berbagai hak-hak kaum disabilitas diantaranya dalam bidang sosial, ekonomi, politik, maupun budaya.



Molzania mengapresiasi kehadiran UU Disabilitas di Indonesia. Ini membuktikan pemerintahan Jokowi masih memiliki kepedulian terhadap kaum minoritas seperti Molzania ini. Akan tetapi pelaksanaan UU Disabilitas, masih dirasa kurang. Padahal pasal 27 UUD 1945 menyebutkan bahwa setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan. 

Walaupun Indonesia sudah merdeka selama 72 tahun, tetapi stigma negatif terhadap kaum disabilitas masih terus melekat. Baik di lingkungan masyarakat atau bahkan keluarga sendiri, kami sering menerima perlakuan diskriminatif. Penyandang disabilitas sering dianggap merepotkan dan memalukan. Padahal mereka juga bagian dari warga negara yang harus dilindungi. 
Molzania termasuk beruntung memiliki orangtua yang mau menerima apa adanya. Tetapi ketika berada di lingkungan masyarakat, Molzania juga sering mendapat perlakuan diskriminatif. Terutama jika berada di tempat baru, sebagai pengguna kursi roda orang-orang sering melihat secara berbeda. Banyak dari mereka melihat Molzania dengan tatapan aneh. Beberapa diantaranya melirik dengan tatapan meremehkan. Baik orang dewasa atau anak kecil sering menjadikan Molzania pusat perhatian hanya karena gaya berjalan Molzania yang berbeda dari kebanyakan.
Hal ini mau tak mau berdampak pada psikis Molzania. Saat berada di lingkungan baru, Molzania seringkali menjadi kesulitan untuk beradaptasi. Biasanya Molzania akan lebih dulu diam, lalu setelah melihat teman-teman sebaya mau menerima kekurangan Molzania, baru Molzania bisa melebur bersama mereka. Sebelum kegiatan dimulai, orangtua Molzania selalu menyemangati. Hal ini menjadi lecutan untuk Molzania agar tidak berlama-lama berdiam diri.  
Stigma negatif juga Molzania rasakan di lingkungan sekolah. Selama ini, Molzania selalu mengenyam pendidikan di sekolah umum. Pernah dulu sebelum masuk SD, orangtua Molzania mencoba untuk memasukkan Molzania ke sekolah YPAC. Tetapi ketika kepala sekolahnya melihat Molzania, mereka lalu menyarankan agar Molzania bersekolah di sekolah umum saja. Alasannya karena daya tangkap Molzania memungkinkan untuk bersekolah di tempat biasa.

Hanya saja perkembangan selanjutnya terjadi masalah. Dulu sewaktu SD kelas 6, Molzania pernah terpaksa harus pindah sekolah. Alasannya pihak sekolah tidak mau menyediakan kelas di lantai dasar. Kelas 6 yang awalnya telah tersedia di lantai satu, tiba-tiba semuanya dipindahkan ke lantai dua. Akibatnya Molzania kesultan untuk melanjutkan sekolah. Padahal selama 5 tahun Molzania bersekolah disana, tidak pernah ada masalah serupa. Kelas Molzania selalu berada di lantai dasar. 

Hal ini tidak terjadi saat Molzania duduk di bangku SMP dan SMA. Pihak sekolah yang Molzania masuki welcome dengan keadaan Molzania. Mereka menyediakan kelas di lantai dasar yang mana Molzania jadi bisa mengenyam pendidikan secara normal. Pada saat penjurusan, pihak sekolah SMU menyarankan Molzania untuk masuk kelas IPS saja. Alasannya karena tidak memungkinkan untuk memindahkan laboratorium yang sudah ada di lantai 2.

Ketersediaan Aksesibilitas Publik


Salah satu hal paling mendasar untuk disabilitas dapat hidup bermasyarakat ialah tersedianya sarana dan prasarana untuk disabilitas. Di Indonesia sayangnya masih sangat kurang fasilitas publik untuk kaum disabilitas. Kalaupun ada masih sangat sedikit jumlahnya, dan banyak pula yang tidak dirawat dengan baik sehingga tidak bisa lagi digunakan.
Kekurangan sarana dan prasarana publik ini menjadikan disabilitas tidak bisa mandiri. Hal ini tentunya sangat disayangkan karena kemandirian merupakan salah satu hal yang harus dicapai sesuai yang termaktub dalam undang-undang. Memang Molzania merasakan sendiri bahwa masih banyak orang-orang yang tanpa pamrih membantu kaum kami untuk beraktifitas. Tetapi tentu saja kami tidak bisa bergantung seratus persen pada orang lain.
Foto by : Ichsan Rosyid, Kompasiana.
Contohnya saja kurangnya ketersediaan toilet khusus disabilitas di tempat-tempat publik. Utamanya di lokasi wisata dan perkantoran dimana kaum disabilitas boleh jadi ikut serta. Di Kota Palembang khususnya toilet disabilitas hanya tersedia di bandara dan mall-mall baru. Sementara itu di sejumlah lokasi penting semisal di beberapa rumah sakit yang Molzania kunjungi, wc disabilitas masih belum tersedia. 
Tidak hanya di daerah, bahkan ini juga berlaku di kota besar. sewaktu Molzania berwisata ke Gunung Tangkuban Perahu sama sekali tidak ada wc disana. Akibatnya Molzania kerap harus menahan buang air seharian penuh. Tentu saja ini buruk untuk kesehatan jika sering dilakukan. Sementara itu sewaktu Molzania berjalan-jalan ke Stasiun Juanda di Kota Jakarta, disini juga tidak tersedia wc disabilitas. Bahkan orang-orang disabled mobilitas seperti Molzania, terpaksa harus dibantu petugas untuk naik eskalator karena ketiadaan sarana lift untuk berjalan menuju kereta yang berada di lantai atas.
Hal lain yang menjadi sorotan Molzania ialah jalan umum khususnya di Kota Palembang masih belum ramah difabel. Alasannya karena jalur zebra cross umumnya masih berundak-undak dan tidak rata. Akibatnya disabilitas pengguna kursi roda susah untuk berjalan diatasnya. Contohnya saja jalan masuk Stasiun Juanda yang terdapat undakan anak tangga yang harus dilalui. 

Lapangan Pekerjaan untuk Kaum Disabilitas

Hak-hak sebagai warga negara diantaranya ialah diberikan pekerjaan dan penghidupan yang layak. Tidak terkecuali ini juga berlaku untuk kaum disabilitas. Pada tahun 2017 lalu, pemerintahan Presiden Jokowi membuka penerimaan CPNS untuk kami semua para disabilitas. Tentu saja ini sangat Molzania apresiasi. Mengingat lapangan pekerjaan untuk kaum disabilitas masih sedikit. Akibatnya banyak disabilitas yang memilih bekerja sendiri ketimbang di jalur formal.
Baca Juga:  Travelling dan Disabilitas

Ada banyak catatan menarik dari penerimaan CPNS pada era pemerintahan Pak Jokowi tahun 2017 lalu. UU Penyandang Disabilitas tahun 2016 mensyaratkan kuota penerimaan BUMN untuk disabled yang jumlahnya 2 persen. Dibandingkan dengan kuota untuk orang normal dan putra-putri Papua berprestasi tentunya ini sangat kecil.

Sebagai gambaran jumlah kuota penerimaan CPNS Kemenkumham 2017 ialah sebanyak 17.526 formasi. Formasi itu terdiri dari 346 cumlaude, 280 putra-putri Papua, 1 kuota disabilitas dan sisanya diperuntukkan untuk orang normal. Adanya ketimpangan ini sangat disayangkan dimana dari sekian belas ribu lowongan untuk CPNS, kuota disabilitas hanya 1 formasi, yaitu analis perlindungan hak-hak sipil dan HAM. Dari segi kualifikasi pendidikan pun, tamatan S1 Akuntansi seperti Molzania tdak akan bisa ikut serta karena peruntukan formasi disabilitas diutamakan untuk lulusan S1 hukum / sosial politik.

Tidak adanya lowongan CPNS disabilitas untuk tamatan SMU juga sangat disayangkan. Pada tahun 2017 lalu misalnya, lowongan CPNS untuk tamatan SMU sebanyak 14 ribu formasi. Dari sekian banyak, kuota hanya diperuntukkan untuk cumlaude 468 orang dan putra-putri Papua sebanyak 301 orang. Padahal penyandang disabilitas di Indonesia kebanyakan berasal dari keluarga tidak mampu. Mungkin saja orangtua mereka hanya bisa menyekolahkan hingga ke jenjang SMU.

Pembebasan batasan IPK dan penerimaan lowongan CPNS bidang industri kreatif untuk disabilitas bisa menjadi solusi untuk pemerintahan Jokowi untuk mengangkat nasib kaum disabilitas. Menurut data survei Universitas Indonesia, mayoritas warga disabilitas (65,5%) bekerja di bidang sektor informal. Akan sangat elok jika pemerintah mau memperkerjakan warga disabilitas yang berbakat di bidang non akademis semisal industri kreatif dengan tanpa melihat persyatatan IPK.

Kehadiran situs lowongan Kerjabilitas.com memberikan energi baru bagi nasib kaum disabilitas di Indonesia. Kiranya pemerintah bisa mensupport situs seperti ini untuk ke depannya. Dengan dukungan penuh dari pemerintah, diharapkan perusahaan-perusahaan swasta tidak lagi memandang sebelah mata kaum kami. Sebabnya selama ini banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia melakukan diskriminasi terhadap kaum disabilitas.

Baca Juga:  Pengalaman Disabilitas Vaksin Tahap I di RS Bhayangkara Palembang

Terkait hal ini, Molzania pernah mengalami sendiri. Ketika itu Molzania menggunakan dua akun untuk mendaftar lowongan pekerjaan pada situs online. Satu akun Molzania isi dengan menyertakan keterangan bahwa Molzania seorang disabilitas, sementara akun lainnya tidak. Dan hasilnya akun yang tanpa menyertakan keterangan disabilitas berhasil mendapatkan undangan wawancara, sedangkan akun yang menyertakan keterangan disabilitas tidak berhasil sama sekali.


Harapan Blogger Disabled untuk Indonesia

Sebagai bagian dari generasi muda Indonesia, Molzania berusaha menyampaikan beberapa aspirasi Molzania untuk pemerintahan Presiden Jokowi. Harapannya mudah-mudahan Pak Jokowi bisa lebih memedulikan disabilitas. Perhatian pemerintah yang sebetulnya sudah ada kedepannya berharap lebih ditingkatkan lagi. Tidak hanya itu sosialisasi kepada para menteri beserta jajaran terkait dilakukan agar mereka menyampaikan kepada masyarakat luas untuk tidak lagi melakukan hal-hal yang bersifat diskriminatif terhadap kaum kami.

Bila diperlukan, Pak Jokowi bisa melibatkan kaum disabilitas untuk hadir pada agenda-agenda edukatif di pemerintahan. Termasuk membuat kebijakan yang lebih pro disabilitas. Utamanya dalam bidang pendidikan, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Tentunya ini semua dilakukan dalam rangka implementasi UU Disabilitas yang lebih baik lagi. Sehingga pada akhirnya kaum disabled tidak terbelakang di tengah kemajuan.

Oke, sekian pengalaman Molzania presentasi di depan Tim Komunikasi Presiden. Nggak inget sih berapa menit, pokoknya mengalir aja deh ceritanya. Artikel ini merupakan rangkaian keempat dari cerita Jalan-Jalan ke Istana Negara bersama Molzania. Mudah-mudahan menjadi inspirasi dan tambahan ilmu untuk kalian semua. Terima kasih telah membaca sampai akhir. Ditunggu cerita selanjutnya dari seri ini.

Baca Juga rangkaian cerita perjalanan singkat Molzania di Istana Negara lainnya:

Sumber Bacaan:

Idhom, Adi M. 2017. Lowongan CPNS Kemenkumham Cari 14 Ribu Lulusan SMU.  https://tirto.id/lowongan-cpns-kemenkumham-2017-cari-14-ribu-lulusan-sma-cssK (diakses tanggal 6 Januari 2018)
Primus, Josephus. 2017. Perluas Kesempatan Kerja bagi Penyandang Disabilitas.
http://ekonomi.kompas.com/read/2017/11/30/195809526/perluas-kesempatan-kerja-penyandang-disabilitas (diakses tanggal 5 Januari 2018)
Solehudin, Mochamad. 2017. Berapa Jumlah Penyandang Disabilitas yang Nganggur? Ini Kata Menaker https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/3591422/berapa-jumlah-penyandang-disabilitas-nganggur-ini-kata-menaker (diakses tanggal 13 Desember 2017)
Susilawati, Dessy. 2016. Sebagian Besar Penyandang Disabilitas Kerja di Sektor Informal.
http://m.republika.co.id/berita/nasional/umum/16/12/16/oi9rpj384-sebagian-besar-penyandang-disabilitas-kerja-di-sektor-informal (diakses tanggal 12 Desember 2017)
Hidayat, Reja. 2016. Menghentikan Diskriminasi Penyandang Disabilitas https://tirto.id/menghentikan-diskriminasi-penyandang-disabilitas-bHGp# (diakses tanggal 5 Januari 2018)

Pin It on Pinterest

Share This