1,585 Views
Kemarin Molzania bersilaturahmi ke temannya ayah. Rumahnya ada di sekitar daerah simpang Pusri Palembang. Nah kebetulan temen Ayah ini pernah tinggal beberapa tahun di Malaysia dalam rangka melanjutkan pendidikan. Kami semua bercerita seru tentang keadaan Malaysia yang belum pernah Molzania rasakan. Semoga suatu hari nanti Molzania berkesempatan pergi liburan kesana…
Karena belum pernah ke Malaysia, so Molzania akan bercerita tentang Malaysia versi teman Ayah aja. Lumayan seru lho ceritanya. Sebagaimana yang kita tahu, Malaysia termasuk negara dengan mayoritas Muslim seperti Indonesia. Islam menjadi agama resmi disana, namun bukan berarti umat non muslim tidak bisa bebas beribadah. Mereka juga menghormati non muslim, dan mereka diberikan kebebasan selama tidak mengganggu.
Pendidikan Islam di Malaysia boleh dibilang lumayan ketat. Pada pagi hari, anak-anak bersekolah di sekolah umum seperti biasa. Nah siang harinya, orangtua muslim diwajibkan menyekolahkan anak mereka di sekolah agama. Kalau tidak orangtuanya bisa dimasukkan ke penjara karena sudah ada undang-undang yang mengatur hal tersebut.
Meski boleh dibilang Malaysia bukan negara yang 100% menjalankan syariat Islam seperti Brunei, syariat Islam sudah berlaku disana. Lelaki yang tidak shalat Jumat, misalnya, bakalan digerebek oleh petugas kepolisian. Nah kalau ada rumah yang dicurigai sebagai tempat maksiat, tetangga-tetangganya bisa menelepon pihak kepolisian. Tenang saja, pelapor akan dilindungi identitasnya sehingga tidak bakal diketahui.
Mahasiswa asal Indonesia dihargai loh disana. Bahkan tak jarang dianggap lebih dibandingkan mahasiswa pribumi Malaysia. Makanya banyak banget disana kampus-kampus yang menawarkan beasiswa untuk mahasiswa Indonesia. Namun sayangnya, ijazah Malaysia tidak diakui oleh Dikti. Sarjana S1 lulusan Malaysia disetarakan dengan diploma di Indonesia. Kalau tak salah, ada dua negara yang ijazahnya tidak diakui disini; yaitu Malaysia dan Australia.
Istri teman Ayah juga meluruskan mengenai penyebutan kata Indon yang ditujukan untuk orang Indonesia. Menurut pengakuan teman-temannya disana, penggunaan kata Indon itu bukan bermaksud untuk melecehkan. Melainkan untuk memudahkan, Indonesia disingkat Indon. Sebagaimana kita disini juga sering menyebut mereka dengan sebutan Malay.
Namun memang ada juga sih yang menyebut kata Indon dengan nada yang melecehkan. Alasannya karena orang Indonesia tidak jarang memilih masuk Malaysia melalui jalur ilegal. Tinggal nyebrang via Batam pada malam hari, kebanyakan mereka mau menjadi karyawan perkebunan di Malaysia. Namun karena jalurnya ilegal, jadi ya mau tak mau akan dianggap hina oleh mereka. Sepanjang kita masuk kesana lewat jalur resmi, baik sebagai turis atau mahasiswa. orang Indonesia akan diperlakukan baik kok. Malah dihormati oleh masyarakat sana.
Padahal gaji di Malaysia untuk TKI Ilegal tidaklah seberapa. Menurut pengakuan teman Ayah disetarakan dengan angka 700 ribu rupiah sebulan. Memang ada sih yang sukses satu dua, nah untuk yang sukses itu bisa kaya banget. Tapi banyak diantara mereka yang gagal, kalau gagal banyak diantaranya yang tidak bisa pulang lagi ke Indonesia. Makanya orang kita terancam dijadikan budak disana. :'(
KBRI Indonesia untuk Malaysia termasuk yang paling sibuk disana. Setiap hari penuh dengan jadwal pengadilan. Mungkin untuk membantu para TKI yang datang lewat jalur ilegal. Mereka biasanya diberangkatkan pada malam hari, kebanyakan mereka adalah wanita belia. Takutnya dijadikan korban traffiking sesampainya disana. T_T
Begitulah cerita ringkas yang diceritakan oleh teman Ayah. Entah benar atau tidak, yang jelas si pencerita pernah tinggal beberapa tahun di Malaysia. Molzania harap cerita ini bisa menginspirasi ya. Salam, ^_^