Kak Hardi, Ketua Komunitas Sahabat Literasi Jalanan (KSJ) |
Agendanya kali ini dalam rangka menularkan semangat literasi. Tidak hanya kota Palembang saja, melainkan mas Gola Gong juga akan singgah ke kota-kota lain di Sumatera Selatan.
Selain itu di beberapa tempat, mas Gola Gong juga akan menyumbangkan buku-buku ke sejumlah taman baca lewat program yang diusung Rumah Dunia.
Saat ini mas Gola Gong sedang menanti proses produksi film yang diangkat dari novelnya yang berjudul “Balada Si Roy”.
Diharapkan filmnya tersebut akan mendulang kesuksesan seperti halnya film Dilan. Nantinya 10% dari pendapatan filmnya itu akan dipergunakan untuk mengembangkan dunia literasi.
Berbagi Pengalaman Menjadi Penulis
Pada kesempatan tersebut, mas Gola Gong berbagi resep untuk menjadi penulis handal. Menurutnya untuk menjadi penulis hebat harus banyak membaca buku.
Baca buku dengan genre apapun baik fiksi maupun non fiksi. Dengan banyak membaca buku, kosakata kita akan bertambah banyak. Dan ini dibutuhkan jika kita menulis novel.
Selain itu untuk mewujudkan Novel yang berkarakter dibutuhkan banyak riset. Salah satunya ialah dengan melakukan wawancara langsung.
Bahkan mas Gola Gong membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk melakukan riset. Dengan melakukan riset, cerita dalam novel akan lebih hidup dan menjiwai.
Menulis dan membaca perintah pertama dalam Agama Islam. Sudah sepantasnya bagi kita untuk membiasakan diri dalam hal menulis dan membaca.
Dalam hal menulis, kita mesti membiasakan diri menulis dengan baik dan benar. Biasakan pula menulis dari sumber yang terpercaya agar terhindar dari Hoax.
Hal lain yang tidak kalah penting ialah soal marketing atau pemasaran. Tujuannya tak lain tak bukan menjadikan novel kita lebih dikenal.
Masalahnya saat ini masyarakat Indonesia umumnya tak suka membaca. Besaran royalti yang diterima penulis Indonesia pun tergolong kecil. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi penulis dan pihak penerbit.
Kalau penerbit major mungkin tidak menjadi masalah. Mereka sudah memiliki tim marketing yang handal sendiri.
Akan tetapi untuk penerbit indie, umumnya mereka lebih suka memasarkan buku lewat internet. Tak jarang penulis melakukan pre-order bertandatangan untuk menarik minat.
Tak jarang pula mbak Tias sebagai istrinya harus turun gunung. Mbak Tias mencoba mendatangi satu persatu toko buku dan menawarkan agenda meet & greet dengan mas Gola Gong. Pada acara tersebut mbak Tias mencoba menawarkan buku kepada pengunjung secara langsung.
Suka Duka Membangun Rumah Dunia
Tak hanya soal menulis, mbak Tias juga membagikan resep untuk mencari pasangan. Sebagai jomblowati, Molzania menyimak ini dengan baik. Hahaha.
Resepnya tak lain kalau mencari pasangan harus yang memiliki satu visi dan misi. Dulu sebelum menikah dengan mas Gola,
Mbak Tias sudah berkomitmen untuk membuat taman baca di rumahnya. Begitupun dengan mas Gola sendiri. Beliau ingin mengembangkan dunia literasi di Indonesia.
Langkah mereka berdua lalu diwujudkan bersama menjadi Rumah Dunia. Dulunya rumah dunia hanyalah sebuah perpustakaan mini di halaman belakang rumahnya. Mbak Tias aktif mengajak anak-anak kecil di sekitar rumahnya untuk membaca buku di Rumah Dunia.
Konsekuensinya mbak Tias harus bersabar menghadapi anak-anak yang biasanya mainnya super aktif dan tidak suka duduk diam.
Untuk pendanaan Rumah Dunia sendiri, awalnya mbak Tias dan mas Gola murni dari pendapatan pribadi. Mereka berdua menyisihkan sebagian pendapatannya untuk membeli buku-buku baru dan peralatan yang dibutuhkan.
Di Rumah Dunia pula, mbak Tias dan ketiga anaknya bahu-membahu menjadi sukarelawan pengajar. Sementara itu mas Gola Gong biasanya ikut serta membantu pada hari libur.
Berkenalan dengan Bella Putri Pertama Gola Gong
Berkisah tentang perjalanan Bella dalam menulis novel anak, Gola Gong ayahnya bercerita. Dulu sewaktu usia 6-7 tahun Bella pernah memintanya untuk berjalan-jalan ke pasar dekat rumah. Disana Bella pun mewawancarai penjual makanan yang ada disana.
Tak dinyana, hasil dari wawancara Bella, ia tuangkan menjadi sebuah penggalan cerita di novel miliknya. Perjalanan Bella dengan ayahnya itu dibuat seolah-olah menjadi adegan untuk tokoh lima sekawan dalam novelnya.
Inilah yang mungkin menjadi kesamaan Molzania dan Bella. Mempunyai ayah yang sama-sama pejuang literasi, dan memiliki hobi menulis sejak kecil.
Kala seusia Bella, Molzania juga suka menulis cerita anak-anak. Bedanya karya Molzania hanya dibiarkan menumpuk di komputer. Sementara Bella menerbitkannya menjadi sebuah novel anak-anak. Sayang banget ya… hikz.
Anak pertamanya Gola Gong ternyata fasih berbahasa Cina. Selain berbahasa Cina, Bella juga mempelajari bahasa Arab, Perancis, dan Jepang.
Pada sesi perkenalan sore itu, Bella mengucapkan beberapa kata dalam Bahasa Cina. Ini membuat Molzania dan para peserta lain takjub. Tentu saja kemampuan Bella bukanlah didapat secara instan.
Tahun lalu Bella mendapatkan beasiswa ke Cina selama satu tahun. Darisanalah Bella berkesempatan untuk memperdalam Bahasa Mandarin.
Tidak bisa secara otodidak seperti pada umumnya bahasa lain. Semua itu dikarenakan Bahasa Mandarin cukup sulit untuk dilafalkan secara baik dan benar jika tidak praktek ke sumber asalnya.
“Pada musim panas, Bella tidak pulang ke rumah. Melainkan menjadi sukarelawan di kota Changzhi, provinsi Shanxi, Cina. Dia mengajar Bahasa Inggris dan do’a-do’a pendek untuk anak-anak disana.
Lalu sebagai gantinya Bella pun diajar Bahasa Mandarin oleh anak-anak tersebut. ” jelas mbak Tias, mamanya Bella. Jadi selama disana, Bella tidur bersama sukarelawan lainnya di masjid.
Penulis idolaku. Masih ada beberapa buku karya Gola Gong di rumah ortu.
Wih beruntung sekali yah…