Nonton Bareng Pemutaran Perdana Film Dokumenter Jepang-Indonesia “The Daughters” |
Ima sendiri bukanlah orang baru dalam industri film, Pengalaman Ima dalam membuat film sebenarnya sudah lumayan banyak. Sejak tahun 2001 Ima mengawali kariernya sebagai fotografer acara-acara pernikahan. Dia lalu bersama teman-temannya menggarap beberapa film dokumenter bertema teroris yang rilis beberapa tahun selanjutnya. Film “The Daughters” sendiri merupakan film dokumenter ketiganya yang berhasil mendapatkan beasiswa fellowship program.
Sebuah Layar Lebar Disiapkan Sebelum Kegiatan Nobar |
Fellowship Program sendiri merupakan beasiswa tahunan khusus yang diberikan oleh Japan Foundation yang ditujukan untuk pengembangan budaya dan seni, studi akademis dan intelektual di wilayah Asia. Jadi ini sudah masuk ranah Asia. Pesertanya yang berasal dari Indonesia saja mencapai ribuan. Dan Ima termasuk beruntung bisa mendapatkan beasiswa ini mengalahkan ribuan peserta lain.
Suasana Penonton Film “The Daughters” |
Acara yang dihadiri oleh sekitar 50 orang ini digelar di ruangan multi function hall The Japan Foundation pada tanggal 12 Juli 2017. Turut menghadiri Ketua Japanese Foundation Indonesia, Mr Koto-san yang memberikan kata sambutan. Ini kali pertama Molzania melihat secara langsung orang Jepang yang berbicara dalam Bahasa Indonesia. Ternyata lucu juga aksennya Mr. Koto-san ini.
Kiri : Mr. Koto memberikan sambutan Kanan : Penonton Bule Tampak Hadir |
Film yang bertema dokumenter ini penggarapannya langsung di Jepang loh. Tepatnya di kota Kyoto. Lama waktu pengerjaannya terbilang singkat hanya berkisar 6 bulan. Film “The Daughters” atau dalam bahasa Jepangnya “musumei” ini mengangkat perbandingan hubungan antara ayah dan anak perempuannya. Didalamnya juga terdapat cerita pribadi penulis cerita yaitu Ima sendiri. Kisahnya terinspirasi dua legenda yang berasal dari Jepang dan Indonesia, yaitu Putri Hase dan Putri Kandita.
Film “The Daughters” pun Dimulai |
Intinya yang dapat Molzania tangkap dari kisah ini, kehidupan ayah dan anak perempuannya baik di negara Jepang maupun Indonesia tidak begitu berbeda jauh. Kisah Ima dan temannya Sekar Sari yang juga berasal dari Indonesia yang diperbandingkan dengan para wanita di Jepang yang diwawancarai kisahnya di film ini mengandung kemiripan. Ayah mereka sama-sama introvert dan tertutup dengan anak gadisnya. Cenderung over protektif dan berperilaku dominan Walaupun begitu, sebenarnya para ayah sangat bangga dan memuji anak gadisnya. Ini tidak dilakukan secara langsung di hadapan sang anak, melainkan di kalangan orang diluar keluarganya.
Sebagian Cuplikan Film “The Daughters” |
Kisah yang sangat menyentuh ini antara dua negara ini tersaji sepanjang 45 menit. Setelah sesi film, dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Pada sesi tanya jawab, hadir pula Manajer The Japan Foundation asal Indonesia Bu Diana, yang lalu memberikan motivasi untuk anak muda agar selalu inovatif dan kreatif. Beliau sangat bangga atas terpilihnya Ima sebagai wakil Indonesia. Untuk itu, bu Diana berharap agar semakin banyak lagi generasi muda Indonesia di masa depan yang bisa mendapatkan beasiswa dari The Japan Foundation.
Sebagian Cuplikan Film “The Daughters” |
Wah, Molzania salut deh dengan mbak Ima yang berprestasi. Semoga di masa depan. Molzania bisa berpetualang ke Jepang karena prestasi Molzania juga. Disini mbak Ima juga menceritakan suka dukanya bersaing dalam merebut beasiswa. Butuh waktu berbulan-bulan untuk mendapatkan ide cerita. Awalnya Ima hanya ingin bercerita tentang hubungan ayah dan anak. Ia pun melakukan riset di internet mencari perbandingan legenda yang tepat. Terpilihlah dua legenda asal Indonesia dan Jepang yaitu Putri Hase dan Putri Kandita yang lebih dikenal dengan sebutan Nyi Roro Kidul.
Bersama Sylvia Mahasiswa UI Jurusan Sastra Jepang yang Ikut Hadir Nonton Bareng |
Tak disangka, proposal ide cerita awal Ima yang disubmit menjelang detik-detik terakhir itu kemudian terpilih. Ima dan salah satu rekannya pun diundang ke Jepang untuk melakukan riset yang lebih mendalam. Setelah sesi riset, Ima pun melakukan syuting dan pasca produksi di Jepang. Untuk mengedit film, Ima dan rekannya menghabiskan waktu 2 minggu tanpa pergi keluar dari tempat ia menginap.
Sebenarnya sebelum sesi pemutaran film perdana ini, Ima sudah terlebih dahulu melakukan pra tayang. Waktu itu, film “The Daughters” masih berupa file mentah sehingga terdapat banyak kesalahan editing. Setelah itu muncullah ide untuk memasukkan kisah pribadinya sendiri. Ima pun melakukan syuting ulang sehingga jadilah film “The Daughters” yang tayang saat ini.
Berfoto Bersama Mbak Ima dan Bu Diana |
Menurut Molzania, film ini cukup menguras emosi. Meski ada beberapa bagian yang mengganggu, seperti misalnya adegan dimana Sekar Sari dan Ima berbicara bersamaan. Molzania merasa hal ini cukup terganggu dikarenakan fokus penonton jadi terpecah. Disatu sisi ingin mendengar cerita tentang Sekar, disisi lain Ima berbicara bersamaan. Selain itu, secara keseluruhan cerita Ima lebih dominan dikisahkan dibanding kisah para wanita Jepang. Terbukti dengan sangat sedikit sekali adegan wanita Jepang yang muncul dalam film.
wah asyik ya,dua anakku suak dengan segala yang berbau jepang
Ya bun. Boleh sesekali diajak kesana