1,259 Views
Dalam hidup sering kita menemui sesuatu hal yang tidak kita sadari, sesuatu yang kecil dan kelihatan tidak berguna, sesuatu yang tak pernah kita anggap dan terkesan disepelekan. Namun tak jarang dari hanya ‘sesuatu’ itulah, kita biasanya menemukan suatu kebahagiaan dan kadang terlambat untuk disadari. Ia adalah sebuah kebersamaan. 
Kita terkadang lupa akan indahnya sebuah kebersamaan. Asyiknya saat-saat bersama orang-orang yang kita cintai dan sayangi. Kita terlalu asyik dengan dunia kita, terlalu sibuk dengan semua pekerjaan-pekerjaan. Oleh karena itu, kita selalu merasa kesepian dan sendiri. Jika saya ditanya tentang apa yang paling bermakna dalam hidupku, saya akan menjawab “saat-saat kita bersama orang-orang terkasih”.
Orang-orang terkasih adalah orang-orang yang akan selalu mencintai dan menyayangi kita. Tidak peduli kita itu apa dan siapa. Tidak peduli bagaimanapun orang-orang mencemooh dan bahkan menyakiti hati kita. Mereka akan selalu berada disamping kita. Bersama dengan kita. Melindungi diri kita.
Orang-orang terkasih itu adalah seluruh orang-orang yang memiliki arti penting dalam hidup. Dan salah satunya adalah Ibu. Orang yang kupanggil dengan sebutan ‘Mimi’. 
Dulu, ketika aku sakit saat masih kecil, hanya Ibu yang menemani dan merawatku. Setiap malam, ia rela bergadang demi aku. Ia yang selalu menyuruhku untuk minum obat, dan aku selalu memuntahkannya karena rasanya pahit. Namun, ia tak pernah berhenti membujukku untuk selalu minum obat hingga aku sembuh.
Kadang kami sering berselisih paham. Aku membuatnya marah dan kecewa. Aku selalu tak peduli dan lebih mementingkan diriku sendiri. Berusaha mengalahkan Ibu dengan argumenku sendiri. Keegoisan menemani hari-hariku.
Hingga akhirnya, Aku mendapat ganjaran yang setimpal karena sering tidak mendengarkan kata-kata Ibu. Ibuku jatuh sakit. Ia sakit berat. Hingga aku pun diungsikan ke rumah nenek sementara Ibu menjalani pengobatan di Jakarta. Tiga bulan lamanya aku ditinggal oleh Ibu. Tak pernah sebelumnya, aku ditinggal Ibu demikian lama. 
Penyakit yang diderita Ibu lumayan berat. Ia nyaris tiada. Ibuku menderita Aneurisma hingga harus menjalani beberapa kali operasi. Penyakit Ibu hampir sama seperti yang pernah dialami penyanyi legendaris Om Utha Likumahuwa, Mbak Mutia Kasim, dan Om Robby Tumewu. Penyakit yang menyerang otak. Semuanya mengalami kelumpuhan dan tidak bisa berbicara lagi. Dan bahkan Om Utha pun meninggal dunia.
Baca Juga:  Bukber Bareng Sahabat : Realita vs Ekspektasi
Hari-hariku berlangsung menyedihkan. Tak ada lagi senyum Ibu menyambutku sepulang sekolah. Tak ada lagi masakan Ibu yang super enak. Tak ada lagi semuanya. Tak pernah ada. Terkadang aku menangis hingga tertidur memikirkan Ibu. Setiap malam, aku menjalani shalat tahajud berdoa meminta kesembuhan Ibu. Sesuatu yang jarang kujalani sebelumnya. “Hanya dia yang kupunya, Tuhan…” doaku di sepertiga malam.
Tiga bulan penuh penderitaan. Seratus hari yang menyakitkan. Akhirnya, Ibu pun pulang dalam keadaan sehat walafiat. Beliau masih bisa berjalan, berbicara, bahkan memarahiku karena mataku sembab akibat terlalu sering menangis. Tidak seperti mereka. Terima kasih Allah, Engkau telah mengembalikan Ibu kepadaku. Aku berjanji tak akan pernah lagi menyakiti hatinya… 

Pin It on Pinterest

Share This