Beberapa hari yang lalu, Molzania mengikuti workshop tentang “Internet Sehat dan Keamanan Data” yang diselenggarakan oleh Komunitas Safenet Voice. Acaranya diselenggarakan di Graha Grapari, Palembang. Kebetulan ketua komunitas tersebut, Mbak Nike, rekan Molzania di Blogger Palembang Kumpul. Jadilah di sana ramai pula dihadiri oleh para blogger hits di Kota Palembang.
Terkait dengan keamanan data, di Indonesia sedang ramai dibahas bahwa Disdukcapil selaku pengelola data pribadi dan kewarganegaraan Indonesia diduga “menjual” data KK dan e-KTP kepada lembaga swasta dan pemerintah. Kasus ini bermula dari cuitan akun seorang netizen twitter bernama @Hendralm yang mengaku bahwa dirinya menjadi saksi bahwa terjadi penyalahgunaan wewenang yang dilakukan sejumlah oknum di internet dimana mereka memperjualbelikan data KK dan e-KTP lewat grup jual beli di Facebook. Sebagai bukti, akun-akun yang saling bersahutan tersebut discreenshot.
Meskipun pada perkembangan kasusnya, Disdukcapil membantah telah memperjualbelikan data KK dan e-KTP. Menurut mereka, terkait hal itu sudah diatur dalam UU tentang administrasi dan kependudukan. Disdukcapil berpendapat daripada pihak swasta tersebut meminta data dari calon konsumen, lebih baik mereka diberi akses data yang sudah diberi izin oleh pemerintah. (sumber: Okezone).
Berdasarkan laman CNN Indonesia, kerjasama tersebut sudah terjalin sejak 16 Juli 2019. Data e-KTP diserahkan ke lebih dari 1200 lembaga pemerintah dan swasta. Dua anak perusahaan yang diberikan izin diantaranya PT. ASTRA Multi Finance (AMF) dan PT. Federal International Finance (FIF). Keduanya merupakan perusahaan pemberi kredit yang dalam hal ini dimaksudkan untuk menunjang proses verifikasi data konsumen.
Sebenarnya apa sih Privacy itu? Menurut RUU Perlindungan Data Pribadi, Privasi itu hak individu untuk menentukan apakah data pribadi akan dikomunikasikan kepada pihak lain. Kalo Molzania secara pribadi sih, nomor KK dan KTP termasuk bagian dari privasi.
Buruknya Keamanan Data Warga Negara di Indonesia
Dengan adanya pernyataan dari pemerintah tersebut, semakin menunjukkan bahwa Indonesia darurat keamanan data. Seharusnya setiap data pribadi warga negara selayaknya untuk dilindungi negara. Setiap warga negara berhak untuk menyetujui dan tidak menyetujui data pribadinya diberikan kepada pihak lain. Perusahaan harusnya meminta izin terlebih dahulu kepada konsumen untuk mendapatkan data pribadi mereka.
Hal ini sejalan dengan pernyataan peneliti dari lembaga ELSAM, Lintang Setianti, dalam wawancaranya kepada laman BBC Indonesia. Menurutnya perlindungan data pribadi di Indonesia masih sangat lemah. Data pribadi warga negara itu dikumpulkan oleh pemerintah untuk dikelola supaya masyarakat mudah mengakses pelayanan publik semisal untuk kesehatan, pendidikan, dan lain sebagainya. Jika diserahkan kepada pihak swasta, data pribadi tersebut rentan disalahgunakan. Tidak ada yang bisa menjamin perusahaan tersebut tidak mengumpulkan data juga.
Wanita Rentan Menjadi Sasaran Korban Penyalahgunaan Data
Salah satu topik menarik yang dibahas dalam pertemuan bareng Safenet Voice kemarin ialah ternyata wanita rentan menjadi korban dari penyalahgunaan data. Umumnya wanita memiliki sifat yang halus dan mudah percaya pada pihak yang baru dikenal. Atau bahkan mereka sendirilah yang justru menyebarkan data pribadi di internet.
Contohnya banyak terjadi kasus-kasus penipuan yang dilakukan oleh scammer. Bermodalkan tampang yang ganteng serta suara yang meyakinkan, banyak wanita ‘polos’ yang terperdaya oleh scammer yang rata-rata didominasi oleh orang bule. Para wanita polos ini rela membagikan foto bugil dan data-data pribadi mereka kepada scammer penipu. Akibatnya mereka pun kehilangan sejumlah uang yang jumlahnya tidak sedikit.
Terkait hal ini Molzania beberapa kali mendapat ancaman serupa. Beruntung Molzania orangnya tidak mudah percaya pada orang-orang yang baru dikenal dari internet. Mereka kerap menginbox atau men-DM Molzania lewat sosial media. Kebanyakan mereka tanpa malu-malu ingin mengajak untuk menjalani hubungan yang lebih serius, sembari menanya-nanyai Molzania tentang berbagai hal yang bersifat pribadi. Kasus bule penipu ini akan Molzania bahas pada postingan yang lain.
Mungkin karena edukasi yang kurang, para ibu-ibu kebanyakan adalah mamah muda iseng memposting foto-foto dan kegiatan anaknya di internet secara lengkap. Termasuk foto-foto yang bersifat pribadi semisal ketika si anak sedang mandi. Padahal secara tidak langsung anak-anak mereka dapat menjadi sasaran para fedopil yang bergentayangan di ranah online.
Sebagian diantara mereka pula iseng membagikan kegiatan pribadi anak-anaknya. Misalkan ketika si anak bersekolah. Lengkap dengan geotag lokasi dan nama sekolahnya. Banyak sekali kasus penculikan anak yang berawal dari kejadian ini. Orangtua semestinya tak ceroboh membagikan data pribadi anak di sosial media. Sebaiknya pula mereka tidak sungkan untuk meminta izin terlebih dahulu pada si anak. Jangan-jangan ia merasa berkeberatan foto-fotonya terekspos di sosial media.
Google dan Sosial Media Juga Menyimpan Data Pribadi Kita Loh
Tahu skandal besar di Amerika yang melibatkan Facebook dan Cambridge Analytica pada tahun lalu? Lagi-lagi itu erat kaitannya dengan keamanan data. Ternyata secara kita tidak sadar, Google dan sosial media seperti Facebook, Instagram, dan Twitter menyimpan data pribadi kita dan menggunakannya untuk kepentingan mereka. Dalam hal ini pada kasus tersebut, CA dan FB menggunakan data pribadi pengguna Facebook di USA dalam rangka kampanye untuk pemenangan Capres Ted Cruz dan Referendum Brexit di Uni Eropa tahun 2016.
Dengan kenyataan seperti ini, sudah seharusnya kita berhati-hati dalam menggunakan media sosial. Perhatikan apa yang kita simpan dan kita share di sosial media. Sebaiknya hal-hal yang menjurus ke ranah pribadi tidak usah kita share. Ini untuk menghindari penyalahgunaan data yang dilakukan baik oleh individu maupun perusahaan sosial media.
Memang terkait penyebaran data pribadi yang dilakukan oleh Disdukcapil diluar wewenang kita karena itu dilakukan oleh pemerintah. Namun apa yang kita tulis dan bagikan di sosial media sepenuhnya merupakan tanggungjawab kita bersama sebagai pengguna. Google dan sosial media selaku pengumpul data tidak sepenuhnya salah. Era bijak bersosmed sudah selayaknya ada dalam diri kita yang aktif bersosmed.
DATA IS THE NEW OIL. Data pribadi ibarat tambang minyak yang baru. Makin banyak yang kita bagikan, maka mereka akan makin kaya.
Pembuktian
Tidak percaya? Coba deh kalian intip tiga laman berikut, pastikan kalian memiliki akun Gmail dulu ya;
- https://www.myactivity.google.com/myactivity
- https://safety.google/privacy/data/
- https://myaccount.google.com/privacycheckup
Ternyata situs Google secara diam-diam mengambil data tentang apa yang kita lakukan di internet lengkap dengan riwayat tanggal dan waktunya SECARA LENGKAP.
Untuk itu kita bisa memilih untuk menonaktifkan lewat Kontrol Aktivitas pada pengaturan akun Google. Caranya buka akun Google > Kelola Data dan Pengaturan Privasi > Kontrol Aktivitas > Kelola Kontrol Aktivitas. Kita bisa memilih opsi Google menjeda untuk ‘memata-matai’ sejumlah aktivitas kita di internet dalam hal ini aktivitas web & aplikasi, histori lokasi, aktivitas suara & radio, informasi perangkat, tontonan dan penelusuran Youtube.
Meskipun demikian langkah pencegahan ini tidak sepenuhnya menjamin, karena Google mengatakan bahwa mereka bisa menggunakan informasi dan penelusuran baru-baru ini hingga beberapa waktu kemudian untuk memastikan kesempurnaan pencarian Google yang sedang digunakan.
Lantas, Bagaimana Agar Data Kita Aman Ketika Berinternet?
Kita bisa melakukan beberapa hal sederhana seperti di bawah ini:
- Kurangi kebiasaan untuk ‘pamer’ diri sendiri dan keluarga di sosial media. Terutama untuk ibu-ibu muda yang suka memamerkan foto dan kegiatan anak-anaknya terutama yang bersifat pribadi lewat sosial media. Hentikan kebiasaan menulis geotag lokasi sekolah dan rumah untuk menghindari penculikan.
- Kendalikan apa-apa yang ingin diketahui dan tidak ingin diketahui orang lain di sosial media. Menulis info pribadi yang sewajarnya saja. Tidak usah terlalu mendetail, karena sosial media pun merekam apa yang kita simpan di sana. Sebelum mendaftar akun di situs sosial media, baca lebih dulu syarat dan ketentuannya.
- Lindungi data pribadi kita dan keluarga yang lebih sensitif seperti KTP, SIM, Paspor, KIA, Ijazah, dan lain-lain. Jangan pernah sembarangan share foto KTP di sosial media. Niatnya memang untuk pamer pada awalnya. Tapi itu bisa jadi sasaran empuk para pengepul data.
- Bersembunyi dari sosial media dan internet. Apakah mungkin hidup tanpa sosial media dan internet zaman sekarang?
- Gunakan alternatif email (diantaranya Protonmail, Posteo, Espiv, Riseup), browser (diantaranya Firefox, TOR Browser), pesan singkat (diantaranya Telegram, Signal, Chatsecure), cloud (diantaranya Etherpad, Riseup Pad), video conference (diantaranya Jitsi) dan peta online (diantaranya OpenStreetMap) yang lebih aman dan tidak mengambil data pengguna.