Sudah tahu belum kalau efektif per tanggal 17 Oktober, sertifikasi halal tak lagi di bawah naungan lembaga MUI? Yap, alasannya kini Kementerian Agama membuka lembaga khusus yang bernama BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal). Jadi sekarang panggilannya bukan lagi Halal MUI, melainkan Halal BPJPH.
Sekilas akronim BPJPH ini sedikit ribet. Molzania sering sekali keseleo lidah dalam pelafalannya. Hehe. Berbeda dengan pengucapan MUI misalnya. Cukup mudah diterima di lidah, bukan? Karena udah resmi, jadi kita mesti terbiasa dengan lembaga BPJPH ini.
Molzania mengetahui adanya kabar ini sebenarnya sudah jauh hari sebelumnya. Waktu itu Molzania sempat menghadiri acara HalalFest Bank Indonesia 2019 di Kota Palembang Juli lalu. Di sana ada banyak stand-stand pameran yang didirikan. Salah satunya BPJPH dan lembaga keuangan lainnya. Molzania bertanya-tanya mengenai segala hal yang ingin diketahui tentang lembaga baru ini.
Lantas akan dikemanakan MUI?
Salah satu pertanyaan mendasar Molzania ialah seputar MUI. Orang Indonesia selama ini tahunya kan lembaga sertifikasi halal ya cuma MUI. Ternyata semenjak ada BPJPH, MUI tidak lagi 100 persen mengurusi sertifikasi halal. Tapi perannya lantas tidak dihilangkan begitu saja. MUI tetap dilibatkan.
Menurut website Kemenag RI, LPPOM MUI memiliki tiga kewenangan, yaitu; (1) Sebagai pihak yang menetapkan fatwa halal. Jadi sebelum BPJPH mengeluarkan label halal, MUI-lah yang diberi kewenangan untuk memutuskan apakah produk itu halal atau tidak, (2) melakukan sertifikasi untuk Lembaga Pemeriksa Halal, (3) Melakukan penilaian terhadap auditor-auditor yang bergerak dalam industri halal.
Dengan kata lain, LPPOM MUI bertindak sebagai pengawas dan yang menetapkan fatwa secara hukum agama Islam apakah perusahaan yang mendaftar sertifikasi halal pada BPJPH layak atau tidak mendapatkan sertifikasi halal. Akan tetapi proses pendaftaran, pemeriksaan, dan pihak yang mengeluarkan sertifikat beralih kepada BPJPH.
Alur Proses Pendaftarannya Gimana?
Jadi, gini guys. Perusahaan yang ingin mendaftar sertifikat halal menyiapkan sejumlah dokumen yang dipersyaratkan untuk diserahkan kepada BPJPH. Setelah diteliti dan diverifikasi oleh BPJPH yang lalu disetujui, nantinya BPJPH akan menunjuk Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) untuk pemeriksaan.
Hasil yang didapat dari LPH ini dibawa ke MUI. Lalu LPPOM MUI melakukan sidang penetapan apakah perusahaan tadi layak diberi sertifikat halal berdasarkan hukum agama Islam. Apabila disetujui, maka BPJPH akan menerbitkan sertifikat halal untuk perusahaan tersebut. Perusahaan pun tinggal mengambil sertifikatnya di BPJPH. Selesai!
Kritik?
Sounds ribet? Yep! Dari yang biasanya satu pintu lewat MUI saja, malah jadi bertele-tele melibatkan banyak lembaga. Kenapa pemerintah justru tidak berniat untuk memperkuat lembaga sertifikasi halal yang sudah ada saja? MUI sudah berpengalaman selama 28 tahun menerbitkan sertifikasi halal. Bahkan sudah dipercaya dan jadi rujukan di banyak negara.
Menurut Indonesia Halal Watch (IHW) dalam laman CNN Indonesia, BPJPH dinilai belum siap melayani sertifikasi halal. Meski sudah resmi diberlakukan, tetapi sejumlah infrastruktur masih belum tersedia. Diantaranya website yang belum dapat diakses, teknis prosedural dan layanan satu pintu yang bermasalah, hingga kurangnya sosialisasi kepada pelaku usaha.
Ini tentunya sangat disayangkan. Apalagi pemerintah sendiri sudah mengeluarkan kewajiban semua produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan ke Indonesia wajib memiliki sertifikat halal. Hal tersebut tertuang dalam UU nomor 33 Tahun 2014. Apabila terdapat kandungan produk yang tidak halal, maka pelaku usaha wajib menulis keterangan bahwa produk itu tidak halal.
Sebagai muslim pencantuman label halal tidak hanya memberikan rasa nyaman dan aman untuk mengonsumsi suatu produk. Namun juga sebagai wujud kepatuhan terhadap perintah Allah SWT dan Rasul-Nya. Indonesia negeri mayoritas muslim. Artinya penyertaan label halal di masa kini sudah bagian dari lifestyle masyarakat Indonesia itu sendiri.
Sedangkan bagi perusahaan, logo halal dianggap sebagai bagian dari bisnis yang menguntungkan. Apa-apa yang biasanya ketahuan tidak halal menjadi booming dan diperbincangkan di masyarakat. Lalu penjualan menjadi turun, dan naik lagi ketika sudah berlabel halal. Kita bisa merujuk kepada apa yang terjadi produk mie instan Korea beberapa tahun lalu. Ini menunjukkan bahwa pangsa pasar halal menjadi potensi tersendiri baik di masa kini maupun di masa depan.
Belum Siap?
Soal ketidaksiapan BPJPH dalam pengelolaan sertifikasi halal tentunya sangat disayangkan. Apalagi lembaga tersebut sudah beberapa minggu dilaunching ke publik, yang itu artinya pemerintah seharusnya telah mempersiapkan semua infrastrukturnya. Tapi malah belum tersedia.
Molzania melakukan pencarian mengenai informasi dari BPJPH melalui laman Google. Ternyata masih sedikit sekali informasi yang ada. Website untuk pendaftaran produk halal juga belum terbentuk. Termasuk juga logonya yang harus berbeda dari logo halal MUI yang biasanya.
Jika terus-menerus seperti ini, dikhawatirkan akan berimbas pada produk-produk yang belum bisa disertifikasi. Akibatnya konsumen pula yang dirugikan. Semoga BPJPH segera berbenah sehingga dalam waktu dekat dapat segera beroperasi. Aamiin..
wiken kemarin 2 hari full aku belajar tentang muamalah mikro, dan penentuan halal atau tidaknya suatu hal harus didasarkan banyak dalil baik al-quran, sunnah, hadist, ataupun fakta yang ada
Senang deh kalau lembaga pemerintahan sekarang semakin banyak campaign dan program2 yang aktif dan bagus untuk masyarakat sekitar